DEMIKIANLAH TUHANKU BERKEHENDAK ( IV )



 By : Ibnu Hasan

Download tulisan "Bismillah"

SII 2 di Benteng Somba opu
25 Mei 2007.


Jam yang Alhamdulillah masih tetap setia melingkar di pergelangan tangan kananku ini memberitahu seolah berbisik dengan symbol jarum yang menunjuk pada angka 12-nya bahwa sekarang masuk waktu paruh malam, jam dua belas tiga puluh (12.30 am). Setelah terlihat sadar salah seorang mahasiswa Poltek yang dipanggil Rahmat, “Alhamdulillah”, hampir secara serempak kami yang menanganinya berucap syukur lalu berhenti merukyahnya.
“Assalamu alaikum…”, sapaku melihat matanya yang mulai berkedip normal.
“Wa alaikum salam…” jawabnya datar, “Saya di mana?” sambungnya penuh keheranan melihat wajah-wajah asing berbusana koko di sekelilingnya kecuali dua atau tiga orang laki-laki berkaos hitam begambar dan mengenakan levis ketat.
“Rahmat di halaman masjid… di depan Baruga.” Jawab salah seorang rekannya yang lebih memilih meninggalkan rapat yang masih sementara berlangsung lalu menemaninya terus dan mengangkatnya keluar dari baruga setelah aku memandang kondisi baruga tidak kondusif untuk pemulihan kesadarannya sampai sekarang.
Sangat kasihan kondisi Rahmat. Sekali lagi ia menatap wajah-wajah asing yang tampak senyum padanya, lalu berusaha untuk bangun namun tak sanggup, ia sangat lelah. Matanyapun dipejamkan beberapa kali, mungkin hendak dihimpunnya kekuatan yang masih tersisa. Malam ini hingga besok malam Mahasiswa fakultas teknik entah jurusan apa dari universitas Poltek itu memang melakukan MUBES (Musyawarah Besar). Sepanjang yang aku ketahui, rapat seperti ini sering dilakukan dalam rangka peralihan kepengurusan lembaga dan tempat pelaksanaannya sengaja dipilih jauh dari lingkungan kampus biar lebih focus dan sekalian mahasiswa yang hadir bakalan berpikir beberapa kali kalau mau pulang. “Rahmat… Rahmat…, kamu tidur?” Tanya salah seorang rekannya yang ingin mengajaknya bicara. “Engh…enghm…, mataku berat”, jawabnya pelan. Akh Mun’im lalu membacakan kembali ayat rukyah dekat telinganya biar kesadarannya benar-benar pulih. Ikhwa yang lain memijit-mijit tangan dan betisnya sambil bercerita tentang kronologis rahmat kerasukan hingga berontak. Akh Marwan mengambil kesempatan menceramahi kawan Rahmat tentang sebab-sebab Jin merasuki tubuh. Memang Selepas Isya tadi, Rahmat kerasukan jin. Salahnya juga, harusnya ia memenuhi panggilan muadzin di masjid ini bukan malah pergi ke sudut dalam Beruga dekat dapur menyendiri malah tidur di sana. Katanya sih ngantuk jadi pingin cari tempat yang jauh dari keramaian teman-temannya, tapi sedihnya justru milih ruangan yang ramai dengan jin. He..he.. Terang aja dia diganggu, lowong bukan rumahnya. Benarlah sabda Rasul kalau kambing yang terlepas dari rombongannya akan menjadi incaran serigala, siapa yang jauh dari jamaah bakalan diterkam setan. Ini dia contohnya. Singkatnya, dalam kesendirianya itu ia diganggu lalu jiwa dan pikirannya mulai dikuasai mulus alias mahluk halus.
Aku teringat kegiatan selepas isya di lokasi SII 2, setelah kuterangkan dan praktekkan adab-adab makan kepada para peserta di ruang tengah rumah adat LUWU, aku berjalan keluar meninggalkan ruangan itu menuju gerbang masuk rumah adat, lalu bergabung bersama panitia yang bertugas piket di luar di bawa tangga. Tiba-tiba handphone yang kusimpan di kantung baju koko biru yang kupakai, bedering. Pas diangkat, di LCD tetulis nama ‘Faisal’, ketua panitia penyelenggara MUBES, tetangga sebelah. Belum lagi ia berbicara, hati kecilku sudah menangkap signal yang tidak beres terjadi di sana, di Baruga. Faisal adalah junior dari alumni Smunsa kendari yang waktu masuknya di es-em-a tidak pernah bertemu denganku karena saat itu aku sudah kuliah di makassar namun ia mengenal baik perihalku entah dari mana dan dari siapa informasi itu diperolehnya. Tak heran, di masjid pondokan masjid Al-hizam dekat Unhas, sekali melihatku langsung bisa menebak dan menyapaku pertama kali. Kami pun jadi akrab setelah itu. Dan kini ia mengabari dengan suara yang tesekat-sekat alias tegesa-gesa karena panik.
“Assalamu alaikum…, ka’…, ka’Samsul… di manaki sekarang kak’ ?”
“Wa alikum salam. Dilokasi SII 2 akhi, di rumah Adat Kab. Luwu kurang lebih 75 meter dari tempatmu”. “…kenapa akh…, ada masalah yang bisa kami bantu?”
“ka’… saya sangat butuh…bantuanta ka’. … begini ka’ ada seniorku kerasukan dari tadimi… tapi belumpi keluar-keluar juga jinnya. …ka’ tungguka di situ saya jemputki sekarang nah?!!.”
“Oke kalau gitu kesinimi cepat! Saya tunggu di depan.”
“Makasih ka’. Assalamu alaikum…”.
“Wa alaikum salam…”.
Kusimpan hape ditempat semula, di kantung baju koko. Aku terus berdiri di depan gerbang sambil mengarahkan pandangan ke arah baruga. Terlihat seorang lelaki yang berjalan cepat dari arah sana. Itu dia pikirku. “Akh Marwan, saya harap antum mau menemaniku ke baruga, salah seorang dari mereka ada yang kerasukan.” Aku mengajak akh Marwan, salah satu panitia yang ikut piket di luar, karena hafalan, tajwid dan lagu qur’annya bisa diandalkan. Tak lupa kuberpesan kepada panitia lain yang berjaga itu, agar memberitahu ke SC lainnya kalau aku ke Baruga, dan saya mengharapkan para SC tetap menjalankan agenda sesuai matriks acara.
Setibanya di tempat kejadian, kami langsung diantar ke ruangan korban. Korban kerasukan jin maksudnya. … melihat kondisi korban dan beberapa laki-laki gondrong di sekelilingnya sedang memberikan pertolongan, aku jadi urungkan niat merukyah lalu mengajak marwan pulang. ”Akh, ayo kita kembali!” ajakku tidak sabar. ”tapi kak, antum tadi yang mengajakku kemari. Kita sabar dan lihat aja dulu”. ”Aku menuruti, dan berusaha sabar beberapa saat”. Lima orang lelaki itu mencoba menyembuhkan dengan cara yang tidak syar’i. mereka menggunakan tenaga dalam alias bantuan jin juga untuk mengusir jin yang merasuki tubuh yang dipanggilnya Rahmat. Sayang, jin yang merasuki Rahmat sepertinya telalu kuat, membuat jin yang dimintai tolong malah kepayahan, alhasil empat atau lima orang yang menanganinya dengan bantuan jin itu malah terlempar-lempar dan harus cidera karena mendapat serangan dari Rahmat. Mereka tentu tidak begitu saja menyerah, sekali lagi mereka memegang Rahmat hingga membuatnya roboh di lantai. ”Tboog! pakKK..! pakKK..” di lantai papan, suara hentakan banyak kaki yang mencoba menghentikan sepak terjang Rahmat terdengar beradu, keras tidak beraturan, kesabaranku hilang dengan tegas kukatakan pada faisal, “Akhi kalau antum memanggilku untuk merukyah orang ini, tolong sampaikan sama seniornya antum itu kalau saya tidak mau merukyah kalau dicampuri dengan bacaan-bacaan atau gerakan-gerakan yang tidak syar’I seperti itu”. “I..yya, Kak” jawabnya dengan agak ragu. Aku masih berdiri di depan pintu ruangan itu bersama marwan sambil memperhatikan kondisi Rahmat yang mengaum-ngaum dengan kedua tangannya mencengkram kuat mencakar-cakar lantai kayu ruangan itu. Dua orang lelaki terus memegang kedua tangannya, dua orang yang lain memegang kaki dan menindisnya, salah seorang menindis badannya sambil membaca mantra-mantra. Namun tetap saja mata Rahmat melotot tajam sangat marah kepada orang yang menindisnya itu. Aku menduga jin yang merasuki rahmat, jin harimau atau sejenisnya karena cara mengaumnya mirip harimau yang mau menerkam. Aku jadi merinding melihatnya. Faisal mendekati salah seorang dari mereka dan berbicara dengan sangat pelan menyampaikan maksudku tadi. Sepertinya berhasil, Faisal meyakinkan pemuda yang membacakan mantra tadi kalau kami kemari mau membantu Rahmat. Pemuda itu lalu memanggil kami ustads entah karena penampilan atau ejekan… “Astagfirullah” aku tidak boleh dzuu udzaan. ia mempersilahkan kami menanganinya. Sekarang jadilah pemuda itu yang gantian berdiri dan mengamati apa yang hendak kami lakukan. Mulanya grogi juga diperhatikan seperti itu, tapi kuhilangkan secara perlahan lalu mulai mengambil posisi dekat kepala rahmat yang walau dalam posisi baring, tetap terpegang kuat oleh empat orang tadi. Matanya melotot tajam ke arahku. Sebelum kumulai membaca ayat-ayat Allah, aku berpesan kepada empat lelaki yang memegang rahmat “Maaf… tapi saya harap kepada teman-teman di sini untuk tidak mencampuri bacaanku dengan bacaan lain yang bukan dari Al-Qur’an atau hadits”. Sepertinya semua tersinggung tapi memang itu harus aku sampaikan. Salah seorang dari mereka yang memegang kaki korban mempersilahkan tidak sabar, “Insyaallah ustads… tolong dibacakan sekarang!”. Setelah beristigfar beberapa kali, akupun berdoa akan kesembuhan Rahmat agar Allah memberi kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi lalu aku mulai beristi’ adzah dan membaca ayat-ayat Allah di dekat telinga Rahmat, telapak kananku memegang ubun-ubunnya. Masih awal-awal surah Al-Baqarah aku bacakan, Rahmat pun berteriak sejadi-jadinya, “Ah… AhHH ….!!!!” Ia tak tahan mendengarkan ayat-ayat Allah. “Aaa…ahhhH….eee..aAAA..aHHH… !!!”, dan aku tak mau peduli dengan teriakannya yang keras itu, aku terus membaca ayat demi ayat hingga sebagian dari mahasiswa yang tadinya ikut rapat berlarian ke ruangan ini mendatangi sumber teriakan dan hendak melihat apa yang tejadi. Mulanya jin itu mencoba menyembunyikan kegelisahannya dengan tertawa, “Ha…ha…ha….hi..hi..” lama kelamaan suaranya melemah pula jadinya eh.., malah menangis histeris seperti hewan yang mau disembelih lehernya. Lidahnya menjulur keluar, lendir pun bejatuhan dari bibirnya, badannya berputar-putar namun tetap terpegang kuat oleh rekannya… yah seperti hewan yang disembelih. Akhirnya Rahmat sadar beberapa saat kemudian, jinnya keluar nggak pake permisi. kuminta salah seorang rekannya menyiapkan segelas Aqua, aku hendak merukyah air itu dan meminumkannya. Segelas Aquapun di sodorkan di depanku. Aku menghadap kiblat lalu membaca ayat di atas permukaan air itu. Belum lama kubaca, “Sialan” umpatku dalam hati. Belum selesai air rukyah itu, salah seorang dari rekannya yang tadi memegang tangannya membaca mantra ke tubuh Rahmat yang berakibat kesadaran rahmat malah kembali hilang. Jin kembali menguasai jasadnya. “Astagfirullah…”, aku tak bisa menyembunyikan kejengkelanku pada laki-laki itu dengan tegas dan keras kukatakan padanya, “Kalau anda mau menanganinya dengan cara anda, silahkan! tapi kami akan pergi. Kalau anda mengharap kesembuhan teman anda… tolong jangan campuri bacaanku dengan bacaan di luar Al-Qur’an atau hadits”. Laki-laki yang merasa pembicaraan itu kuarahkan padanya langsung berdiri dan pergi meninggalkan ruangan dengan penuh kejengkelan yang tak kalah. Mungkin ia tersinggung berat, apa boleh buat… keselamatan rahmat lebih penting daripada menjaga perasaannya di hadapan kawan-kawannya.
Sambil kuselesaikan ayat rukyah pada segelas air yang masih tergenggam di tanganku, kuminta akh Marwan merukyah Rahmat yang kembali berontak namun tetap terpegang kuat oleh beberapa lelaki temannya kecuali yang barusan pergi karena tersinggung. Kembali rahmat beteriak lalu menangis seperti tadi mendengar bacaan-bacaan akh Marwan. Setelah beberapa lama dirukyahnya, kini ia sadar dan dengan segera kuminumkan air yang telah kubaca itu. Setiap kali ia menengguknya ia ingin muntah, namun seperti ada sesuatu yang tertahan di tenggorokannya. “Keluarkan… jangan ditahan muntahnya… hayo keluarkan saja” desak marwan melebarkan kantung plastic dekat mulutnya, sambil memukul-mukul pelan di pundak dan belakangnya. Rahmat belum sadar sepenuhnya, jinnya hanya melemah, pikirku. Kuambil sisa minum rahmat yang tinggal sedikit kemudian kutetesi di matanya yang melotot tajam ke arah jendela. ”Pediiisss...!!!” teriaknya lalu berhenti. Kini matanya mulai berkedip normal dan kesadarannya mulai pilih, kuminta padanya untuk beristigfar, bertahmid dan betahlil beberapa kali. Ia menuruti… tetapi tiba-tiba ia mengatakan, “Ada yang mengawasiku di sini…”. “Siapa yang mengawasimu… ???” Tanya temannya. “karena itu kuminta padamu untuk berdzikir…” sanggahku cepat sambil memperhatikan sekeliling ruangan itu yang memang kurasa ada sesuatu yang tidak beres dipenuhi oleh sesuatu selain kami…. “Berikan aku segelas air lagi!, aku akan merukyah ruangan ini” pintaku pada faisal yang dari tadi berdiri di depan pintu karena pikirannya terbagi antara berada di ruangan ini atau berada di dalam majelis rapat di ruang pertemuan baruga. Ia harus selalu stand by dimana dia dibutuhkan. “Dan Marwan tolong perhatikan baik-baik rahmat bimbing terus dia untuk berdzikir!”.
Kuperhatikan jam ditanganku… masyaallah sudah jam setengah dua belas malam… pasti aku dicari, sangkaku mengingat SII 2, entah apa jadinya sekarang. Faisal datang membawa air yang kuminta, bersamaan dengan itu seorang lelaki berbadan besar, berkulit Cokelat agak kehitam-hitaman, berkaos merah menggunakan jaket rompi hitam dari kulit, kain levis biru yang ketat, tergantung kalung besi di lehernya dan dipergelangan kanannya tedapat akar pohon yang melingkar dijadikan gelang, tiba-tiba masuk dan juga membawa air Aqua. Dia bukan mahasiswa pikirku, tapi siapa dia? dan aku sendiri tak bisa mencegahnya masuk karena aku pikir dia bagian dari rekannya. Yang membuat aku naik pitan tiba-tiba saja orang yang tidak kusenangi itu menumpah air secukupnya di telapak tangan kanannya lalu mengusap ke muka Rahmat, lalu membasahi rambutnya dengan air itu dan meminumkan air itu, sisanya. Spontan rahmat kembali bereaksi, seperti ia mendapat tenaga baru dan langsung mengamuk untungnya teman-temannya yang tadi memegangnya tetap siaga, kalau tidak aku yakin akh marwan akan tekena pukulan rahmat yang mulai tak sadarkan diri. “Air apa yang bapak berikan itu…!!” tanyaku berang dan tidak suka. “Hai…, bukan Cuma kamu yang bisa mengobati…” jawabnya sekenanya mencari apologi. “Sekarang coba liat, apa yang telah bapak lakukan…! semakin parah kondisinya” dengan tajam kutatap wajah orang itu. Dia beringsut pergi mungkin tak ingin bertengkar denganku. Aku tak bisa mendiamkan masalah ini, kuminta sekali lagi marwan merukyahnya dan aku segera menghubungi akh Mun’im di lokasi SII 2, ”Assalamu alaikum Akhi…”
“Wa alaikum salam Warahmatullah…” Jawabnya.
“Akh.., tolong antum ke baruga sekarang…! Panggil tiga atau empat orang Ikhwa yang besar-besar kemari… sekarang akhi… karena di sini saya dan akh Marwan berdua menangani orang kesurupan namun dari tadi sangat banyak pengganggunya. Sekarang!!!”
“Oh.. iya segera saya ke sana”
“Syukran akh…”
“Afwan,”.
Sambil Marwan merukyah Rahmat yang terlihat lebih sulit dari yang tadi, aku meneruskan niatku membaca ayat rukyah di atas segelas air untuk kupercikkan ke seluruh dinding ruangan ini.
“Ka’ ada yang cariki… di luar, temannya kakak”. Potong Faisal menghentikan bacaanku. “Aku yang memintanya kemari, … suruh masuk!”.
Beberapa saat kemudian, “Assalamu Alaikum”. “Wa alaikum Salam” jawab kami dalam ruangan hampir serempak. Akh mun’im dan beberapa Ikhwa datang termasuk akh fandi. Alhamdulillah aku sedikit tenang melihat wajah mereka, Kuceritakan sedikit perihal yang terjadi di sini. Setelah mengetahui kejadiannya, Akh Mun’im langsung membaca Surah jin yang dihafalnya dekat ke telinga rahmat… akh Marwan mundur beberapa jarak ke belakang sambil menarik nafas legah mungkin karena capek. Ikhwa yang baru datang langsung membantu tiga Orang teman rahmat yang dari tadi memegannya. Dari mereka ada yang berhenti memegangnya karena capek juga ia. Sayangnya kesadaran rahmat tidak bisa pulih sepenuhnya, mungkin karena kondisi tempat ini yang becampur baur laki perempuan. Setelah kudiskusikan dengan akh mun’im, kami sepakat untuk membawa Rahmat ke Mesjid yang berada hampir di depan baruga. Teman-teman Rahmat tidak punya pilihan lain setelah kusampaikan maksud kami, mereka lalu mengangkat rahmat secara bersamaan keluar dari baruga ke Mesjid.
”Treee...t, Treee..t, Treee...t”, Tiba–tiba suara dering Hape membuyarkan lamunanku. Kulihat di layar Hape tertulis Alfian_Math memanggil. Segera kuangkat, ”Assalamu alaikum. Kenapa akh?” tanyaku. ”Wa alaikum salam warahmatullah. Akhi saya harap antum secepatnya kembali ada masalah di sini” Pinta Alfian yang merasa kami sudah terlalu lama meninggalkan apa yang seharusnya menjadi kewajiban kami sebagai steering, terutama aku. Tapi aku tidak mengerti masalah apa yang dia maksudkan terjadi di sana. ”Ya.., lebih kurang 7 menit lagi saya akan mengajak ikhwa di sini untuk kembali, tapi apa maksud antum dengan masalah yang terjadi ?”. tanyaku penasaran. ”Nanti saja, ana kabarkan kalau antum sudah di lokasi, yang jelas antum harus secepatnya mengumpulkan ikhwa dan melakukan breiving”. ”Oke kalau gitu, sekarang saya ke sana. Assalamu alaikum” . ”Saya tunggu. Wa alaikum Salam”.


~~~oo0oo~~~
Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari, peserta sudah terlelap di ruang tengah sejak jam sebelas malam tadi, kuminta kepada beberapa panitia untuk membangungkan panitia yang juga ikut terlelap dalam tidurnya, sambil berpesan agar membangunkan yang bisa bangun saja. Kami pun membentuk majelis lingkaran di ruangan yang memang khusus panitia, terpisah dari ruangan peserta. Sekarang kami harus breiving untuk kembali memperjelas agenda esok hari sekaligus kejelasan job description bagi SC dan panitia. Setelah kuberi taujih untuk meluruskan keikhlasan dan tetap tegar di jalan Allah ini, aku mulai menyampaikan maksud kita duduk melingkar dan membentuk majelis, ”Akhifillah, sekarang kita akan breiving untuk menjalankan agenda esok hari sampai malam berikutnya. Namun sebelum saya mulai menyampaikan apa yang seharusnya saya sampaikan, saya ingin mendengarkan dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan panitia dan kendala apa yang dihadapi demikian juga dengan SC yang bertanggung jawab. Pertama saya persilahkan kepada ketua panitia untuk memberikan laporan”. Ketua panitia pun, Irwan tasrim melaporkan beberapa hal dari agenda kegiatan yang tercapai sesuai waktunya dan beberapa kendala tekhnis yang terjadi, serta melaporkan kondisi dana yang mulai menipis agaknya disebabkan banyaknya pengeluaran tak terduga sore tadi saat pemberangkatan dan tiba di lokasi. Kamipun mulai mengkaji kendala2 tersebut, dan Alhamdulillah Musyawarah memang perintah Allah dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang menjadi berkah dan diberkahi dalam menyelesaikan urusan kaum muslimin. Segala permasalahan yang dipaparkan tidak hanya dari panitia tapi juga dari SC dalam breiving tersebut, dapat dipecahkan dengan izin Allah, Alhamdulillah.
Lebih kurang sejam lamanya breiving berlangsung, sebelum kuakhiri, kubuat jadwal Khirazah (Petugas jaga malam) sambil mengingatkan keutamaannya, ”Akhi fillah, dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka. Yang pertama adalah mata yang banyak menangis karena takut kepada Allah dan yang kedua adalah mata yang tertahan dari kantuk di malam hari demi menjaga keselamatan dan keamanan barang-barang kaum muslimin. Siapa yang siap ???”
Masyaallah semua ikhwan bersedia, mereka mengangkat tangan serempak. ”Yang bersedia menjaga jam sekarang, jam dua sampai jam 3 ??”, Akh Pian pun mencatatkan nama mereka yang siap, termasuk namaku. ”Jam tiga sampai jam empat??” beberapa ikhwa pun mengangkat tangannya lalu dicatat. ”Ikhwa fillah saya ingatkan bagi yang bertugas untuk khirazah, ada yang berjaga di luar dan di dalam dan selalu menyibukkan diri dengan berdzikir, berdoa atau membaca Al-Qur’an karena saat demikian inilah kita dekat dengan Allah. Dan ikhwan yang berjaga jam tiga sampai jam empat bertanggung jawab membangunkan seluruh panitia dan peserta jam empat untuk shalat lail. Dan yang belum dapat giliran, besok malam insyaallah masih terbuka kesempatan ini untuk merekrut keutamaan sebanyak-banyaknya.”


~~~oo0oo~~~
Semua peserta dibangunkan, jam telah menunjukkan pukul 04.00 subuh, sebagian SC dan OC sudah larut dalam shalat lailnya masing-masing. Demikian itulah yang dipahami oleh SC dan OC bahwa afdalnya shalat lail di luar bulan ramadhan dilaksanakan secara sensdiri-sendiri. Pelaksanaan shalat subuh secara berjamaahpun dilakukan di rumah adat ini, bukan di masjid depan baruga. Dalam breiving semalam, cukup alot juga pembicaraan mengenai dimana tempat pelaksanaan shalat subuh. Sebagian besar SC dan OC menolak shalat di masjid karena mereka melihat di sebelah kanan masjid sejarak sepuluh meter (10 m) terdapat beberapa kuburan warga. Mereka mengemukakan beberapa dalil dan fatwa Ulama yang melarang shalat di masjid yang ada kuburannya. Saya sendiri bersama akh fandi, yang memang telah mengetahui saat survei sebelumnya, dan dengan keterbatasan ilmu yang saya ketahui dan telah saya paparkan pada mereka tetap menyetujui dan mengharuskan shalat subuh di Masjid karena kuburan-kuburan tersebut tidak berada di dalam area masjid, selain itu antara kuburan dan masjid terdapat jalan setapak yang sering dilalui masyarakat. Namun keputusan musyawarahlah yang harus dipegang demi menjaga keutuhan jamaah. Setelah pembicaraan yang cukup panjang dan dengan melihat usul, saran, dan dalil yang dikemukakan oleh masing-masing ihwan, dan karena kondisi masjid itu masih syubhat bagi kami, akupun memutuskan pelaksanaan shalat subuh di tempat ini. Kuminta kepada panitia untuk tabayyun kepada Ustas tentang masalah ini besok.
Akh Marwan dengan bacaan Qur’annya mengikuti lagu bacaan Syaikh Musyari’ rasyid, mengimami palaksanaan shalat subuh. Selesai salam ke kanan dan ke kiri lalu berdzikir sekitar lima menit, akh Rois, koordinator acara maju ke depan memberi taujihad sesuai job yang diamanahkan saat breiving. Saya yakin, tidak hanya saya yang terkesima dengan taujih itu. Steering, panitia yang lain dan peserta ikut mendapatkan faedah dari penjelasan akh Rois yang mencoba menerangkan makna tersirat dari Surah Al-Maidah ayat 54 tentang bagaimana kararkteristik generasi yang akan dipilih oleh Allah utuk selalu memperjuangkan islam. Dan setelah mendengar taujih tersebut, hati kecilku berharap dan berdoa semoga kami salah satu dari ciri yang dimaksudkan ayat itu. Akh Rois kembali duduk dalam saf, digantikan oleh Akh Mun’im salah satu steering yang juga telah diamanahkan, tiba-tiba sudah berdiri di hadapan kami. Ia lalu mengarahkan dan mengajarkan bacaan Dzikir pagi kepada peserta. Mendengarkan keutamaan, pengarahan dan penjelasan akh mun’im, kami semua mulai larut dalam pengagungan asma Allah yang Maha Rahman dan Rahim.






0 komentar: