Latest Articles

Tadabbur Surat Al-Ankabut ayat 1-3


 Hasil gambar untuk gambar cobaan

Oleh : Samsul Basri, S.Si, M.E.I

الم
Alif laam miim. (QS. Al-Ankabut : 1)

 أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُون

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. (QS. Al-Ankabut : 2)

 وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِين

َDan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut : 3)

Hikmah dan Pelajaran :

Pertama, surat al-ankabut tergolong surat Makiyyah karena turun sebelum hijrahnya kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah. Berjumlah 69 ayat dengan tema sentral pembahasannya adalah seputar akidah Islam, seputar tauhid, atau seputar prinsip sjaran Islam. Pembahasan itu akan melahirkan Islamic worldview yaitu cara pandang orang beriman mengenai ragam dan variasi masalah kehidupan. Sebagai contohnya, peristiwa alam seperti asap kebakaran hutan yang sedang melanda sebagian wilayah Indonesia, menyebabkan terhambat bahkan terputusnya jalur perekonomian, tercemarnya udara berdampak pada sakit di dada dan pernafasan. Terjadinya krisis air bersih, kemiskinan dan kemelaratan terjadi dan kematian tak terelakkan dari kaum yang lemah, anak-anak, wanita dan lansia. Peristiwa alam seperti ini bukan karena seleksi alam, atau alam dianggap sedang tidak bersahabat dengan manusia. Tetapi karena perilaku manusia yang tidak taat kepada Allah, tidak mengindahkan ajaran Islam dalam memenuhi aspek kehidupannya sehingga berdampak dengan datangnya musibah tersebut. Allah menjelaskan hal ini di surat ar-rum ayat 41,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. (QS. Ar-Rum : 41)

Kedua, surat Makiyyah umumnya mengangkat kisah-kisah. Khususnya kisah-kisah para Nabi dan Rasul, menggambarkan betapa para Nabi meskipun mereka sebagai makhluk yang mulia dan terkasih namun perjalanan kehidupan mereka sering diperhadapkan dengan tantangan, rintangan, kesulitan, hinaan dan penolakan dari kaumnya.

Di dalam surat al-ankabut ini, diceritakan kisah Nabi Nuh a.s yang berdakwah mengajak kaumnya  950 tahun lamanya namun dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan jumlah pengikutnya hanya sekitar 80 orang saja. Artinya, kalau mau dirata-ratakan maka dalam rentang waktu 11 sampai 12 tahun hanya sekitar satu orang yang berislam mengikuti ajaran beliau a.s. Sementara tantangan yang dihadapinya dalam kurun waktu yang lama itu tak lagi berbilang saking banyaknya, dan hanya bisa diadukan kepada Rabb yang Maha berkuasa atas segala sesuatu.

Di dalam surat ini juga dikisahkan bagaimana ketegaran Nabi Ibrahim a.s ketika harus menghadapi kelaliman raja Nambrud yang menetapkan hukum bakar bagi dirinya a.s karena dianggap provokator dan pemberontak.

Juga akan  ditemukan kisah kaum Luth yang melakukan penyimpangan sexsual yang berdampak pada kehinaan dan kebinasaan mereka.

Tujuan dari kisah-kisah mereka tentulah hikmah dan pelajaran bagi kaum yang berfikir dan mau mengambil pelajaran.

Ketiga, penamaan surat ini "Al-ankabut", diambil di ayat ke 41 surat ini. Ayat yang menjelaskan tetang serapuh-rapuhnya esensi kehidupan rumah tangga adalah kehidupan rumah tangga Laba-laba. Sebagai permisalan bagi siapa saja yang tidak menyembah Allah, permisalan bagi mereka yang bergantung, bersandar dan mencari perlindungan kepada selain Allah. Sehingga hilanglah fungsi rumah tangga sebagaimana dijelaskan di surat ar-rum ayat 21,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum : 21)

Salahsatu fungsi rumah tangga pada ayat tersebut adalah terciptanya ketentraman, dan diantara makna ketentraman itu adalah mustaqar yaitu adanya rumah atau tempat tinggal. Jadi surat al-ankabut ayat 41 menggambarkan tentang pentingnya rumah, tetapi rumah yang betul-betul berfungsi bahwa rumah itu adalah sakinah fil mustaqar (ketenangan berada di dalam rumah) dan sakinah fil qalbi (ketentraman di dalam jiwa). Meskipun rumahnya besar, elit dan megah namun jika dua ketenangan itu hilang maka hilanglah fungsi rumah tangga itu. Lantas apalah arti kemewahan ?

Keempat, surat al-ankabut diawali ayat yang terdiri dari huruf-huruf almuqaththa'ah. Tak seorang pun yang memahami makna darinya kecuali Allah. Tetapi para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat setelah ayat yang terbangun dari huruf-huruf almuqaththa'ah ini harus diperhatikan dan diseriusi karena pasti ada pesan yang sangat penting dan besar. Seperti kelanjutan di surat al-ankabut ini, bahwa ternyata keimanan itu akan diuji dan dievaluasi oleh Allah. Dengan demikian tidaklah cukup iman itu sekedar pengakuan lisan, tetapi harus mengakar kuat dan terbenarkan di hati serta pembuktian dalam bentuk amalan perbuatan.  Sehingga nyatalah mereka yang jujur dengan keimanannya dan yang berdusta dengan keimanannya. Lihatlah kisah Ammar bin Yasir, Khabbab bin al-Arat,  Bilal bin Rabbah dlsb yang telah mampu melewati ujian Allah dengan kesabaran dan keikhlasan sehingga kelak di akhirat nanti mereka berhak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Rabb mereka berupa kemenangan dan kebahagiaan di dalam jannah-Nya.

NB : Tulisan ini disadur dari kajian Tafsir di Masjid Al-Hijri I Air Mancur Bogor setiap hari Ahad pukul 05.30 sd 06.00 . Yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Pascasarjana UIKA Bogor, Bapak Prof.KH. Didin Hafiduhuddin, MS (Hafidzhahullahu). Semoga bermanfaat. Zaadaniyalllahu  wa iyyakum 'ilman wa rizqan.
read more

Spirit Muharram spirit Hijrah (Tadabbur QS. Al-Baqarah : 218)


 Hasil gambar untuk gambar spirit muharram

Oleh : Samsul Basri, S.Si, M.E.I

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Albaqarah : 218)

Pelajaran dari ayat ini :

Pertama, siapa saja yang mengharapkan rahmat dan ampunan Allah, hendaknya berpegang pada tiga prinsip utama dalam ayat ini yaitu "beriman”, “berhijrah”, dan “berjihad”.  Beriman berarti meyakini, membenarkan dan mengamalkan apa yang telah disyariatkan oleh Allah. Kemudian berhijrah, yang berarti beralih atau berpindah atau meninggalkan setiap sesuatu baik yang berkaitan dengan keyakinan, perbuatan, tempat, situasi dan kondisi yang belum sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dan jihad adalah kesungguhan jiwa untuk berkorban waktu, tenaga, fikiran, materi dan raga demi kuat dan tegaknya ajaran Islam di muka bumi baik melalui sabetan pedang, lisan ataupun tulisan.

Kedua, pada potongan ayat "Alladziina aamanuu walladziina haajaruu wa jaahaduu" (orang-orang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad), terlihat bahwa kata hijrah dirangkai dengan kata Iman yaitu dengan diulangnya kalimat alladzina pada "alladzina amanu walladzina haajaru" menunjukkan dan menegaskan bahwa hijrah itu hanya dibangun dan didorong karena kekuatan Iman yang kuat. Dalam kitabul iman yang diriwayatkan Imam bukhori, “orang yang berhijrah yaitu orang yang meninggalkan apa2 yang dilarang Allah subhanahu wa ta'ala.” Seorang tokoh, dukun atau warga biasa mau berhijrah dari keyakinan yang terjangkiti syirik kepada tauhid karena kekuatan iman. Seorang pebisnis atau pedagang bisa dan berani meninggalkan transaksi ribawi karena kekuatan iman. Seorang pejabat tidak terjerat kasus korupsi, suap menyuap juga karena kekuatan iman. Seorang wartawan tidak menulis dan menyebarkan berita dusta karena kekuatan iman. Seorang pemuda dan pemudi meninggalkan zina (pacaran) karena kekuatan iman. Dan apa saja yang tidak sejalan dengan prinsip ajaran Islam hanya bisa ditinggalkan oleh seseorang karena kekuatan iman.

Ketiga, sedangkan Kalimat "jaahaduu" tidak dimulai dengan kalimat "walladziina" sehingga kata jihad diposisikan dengan kata hijrah bahwa hijrah serta jihad itu harus didasari atau dilandasi keimanan. Seorang da'i di jalan Allah berjihad dengan harta, waktu, tenaga, fikiran dan raganya mengajarkan islam kepada umat tak mengenal siang dan malam, bercampur semangat, lelah dan letih melalui lisan dan penanya, serta dengan pedangnya  kehormatan Islam dibela, adalah bukti kekuatan Imannya.

Keempat, hendaknya disadari dan dipahami bahwa hidayah dalam menjalankan ibadah dan amal shaleh serta balasan pahala  adalah rahmat dan karunia Allah yang tak ternilai. Maka seorang muslim harus selalu mengharapkan rahmat Allah. Namun ayat ini menegaskan bahwa sikap rajaa' (berharap) itu harus diikuti dengan tindakan nyata atau sebab-sebab memperoleh keberuntungan. Adapun yang diiringi sikap malas dan tidak mengerjakan sebab, maka hal itu merupakan kelemahan dan tipu daya. Pada potongan ayat yang artinya, "Mereka itu mengharapkan rahmat Allah" mengisyaratkan bahwa jika seorang hamba mengerjakan amalan apa pun bentuknya, jangan sampai bersandar dan bergantung pada amalan tersebut, bahkan hendaknya ia mengharapkan rahmat Tuhannya, mengharap agar amalnya diterima, dan dosa serta aibnya ditutupi dan diampuni.

Kelima, Allah mengakhiri ayat ini dengan kalimat “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Menurut para mufassir, Kata al-ghofur dalam kalimat ini memiliki arti menutup atau menutupi dosa berbeda dengan al-afwu yang artinya memaafkan. Al-ghofur berarti memberikan pengampunan berupa ditutupinya dosa tanpa didahului sebelumnya dengan hukuman. Berbeda dengan al-afwu, dimana seseorang diberikan hukuman terlebih dahulu sebelum dimaafkan. Sedangkan Ar-Rahiim bermakna yang memberi kasih sayang. Allah memberikan kasih sayang kepda orang-orang yg dikehendaki.

Saya berdoa kepada Allah yang Maha Agung, pemilik Arsy yang Agung semoga Ia menjadikan diri ini dan diri anda mengawali tahun baru Islam 1437H ini dengan spirit baru, spirit iman, spirit hijrah dan jihad. Dan semoga rahmat dan kasih sayang-Nya senantiasa tercurah bagi kita semua. (Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin)
read more

TADABBUR QS. AL-HADID AYAT 20


 Hasil gambar untuk gambar dunia melalaikan

Oleh : Samsul Basri, S.Si, M.E.I

Allah Azza Wa Jalla berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُور

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid : 20)

Pelajaran dari ayat ini :

Pertama, Allah menjelaskan tentang hakikat dunia bahwa dunia itu hanyalah "La'bun" wa "lahwun", yaitu fatamurghana, senda gurau, main-main, melalaikan dan bersifat sementara atau tidak ada keabadian di dalamnya. Bedanya antara "La'bun" dan "Lahwun" dalam bahasa arab, penggunaan kata "La'bun" untuk menjelaskan kelalaian anggota badan. Sedangkan "Lahwun" untuk menjelaskan kelalaian hati. Ini berarti bahwa kehidupan dan kesenangan dunia itu tidak hanya melalaikan anggota badan tapi juga menyebabkan kelalaian hati dari kebaikan dan ketaatan. Dan hal ini penting sebagai paradigma awal melihat dunia, pepatah mengatakan, "Perjalanan 1000 mil menuju suatu tempat selalu akan diawali dengan satu langkah." Satu langkah inilah yang akan menentukan, apakah kita menapak ke arah yang tepat atau ke arah yang salah. Maka sebelum kita jauh melangkah menapaki hidup di dunia, penting bagi kita untuk mendefenisikan hakikat hidup di dunia. Seseorang yang salah dalam mendefenisikan dunia, atau salah dalam memaknai hidup di dunia, berdampak pada kesalahan mencurahkan potensinya, waktu, tenaga, fikiran, harta dan lain sebagainya. Ambillah pelajaran dari kisah kematian seorang wanita (tidak perlu disebutkan namanya) yang diberi paras cantik, tubuh yang molek, fasilitas elektronik ada, tetapi ia salah memaknai hidup di dunia. Dunia pun menipunya, harta dan perhiasan menjadi orientasi hidup baginya tak mengenal halal atau haram, berkah atau tidak. Singkatnya ia gunakan potensinya itu untuk mendapatkan apa yang menurutnya suatu kebahagiaan. Melalui medsos FB dan Twetter, ia menjajakan tubuhnya kepada setiap lelaki pemuja syahwat dengan bayaran yang sebenarnya sangat murah. Terus ia larut... larut... dan larut dalam dunia dugem... hingga kematian menjemputnya dalam keadaan bugil berzina. Firman Allah di surat al-an'am ayat 44,

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُون

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al-an'am : 44)

Kedua, diantara manusia dalam menyikapi perhiasan dunia, ada yang bersifat "Tafaakhur" berbangga-bangga dengan keduniaan yang ada padanya dibangun dari sebuah ambisi untuk melebihi orang lain. dan "Takaatsur" artinya bermegah-megah dengan kesenangan dan kemewahan yang dimilikinya, yang juga dibangun karena ambisi untuk mendapatkan kesenangan dan kemewahan itu melebihi jumlah yang dimiliki orang lain. Jadi kalau "tafakhur" dari dalam dirinya, sedangkan "Takaatsur" dalam perbuatannya. Dalam Islam jelas "Tafakhur" dan "Takatsur" dalam urusan dunia tercela, karena dapat melahirkan sifat bakhil, ujub, kesombongan dan sikap merendahkan orang lain. Hadits marfu' dari Anas bin Malik r.a bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

ثلاث مهلكات: شح مطاع، وهوى متبع، وإعجاب المرء بنفسه

Tiga perkara yang membinasakan : kebkhilan yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujubnya seseorang terhadap dirinya.

Ketiga, proses hidupnya manusia di dunia ini bagai dedaunan pada sebuah pohon, ada yang daunnya mengalami proses perubahan, dari segar masih hijau kemudian menguning, kemudian menua, mengering dan akhirnya lepas dari ranting. ada yang hanya sampai pada tahap menguning lalu lepas dari ranting, bahkan ada yang masih hijau segar, juga ternyata lepas dari ranting. Bahwa kematian adalah perkara yang pasti dialami dan dirasakan oleh setiap jiwa. Kematian datang tanpa mengenal usia, tua, muda, anak-anak, atau bahkan bayi. Dan kematian datang tanpa mau tahu sedang apa manusia saat itu. Sedang terbang di pesawat, sedang di kendaraan, berjalan, berlari, diam, duduk, baring, sehat, sakit, sedang taat kepada Allah atau bahkan sedang bermaksiat kepada Allah. Sekalai lagi, wallahi, kematian tidak mau peduli dengan itu dan tidak akan pernah bisa diajak kompromi. Maka benarlah kata seorang penyair,

حياة المرء كالثوب المستعار يأخذ صاحبها وهو الله متى شاء و كيف شاء فليستعد كل إنسان

Kehidupan seseorang laksana pakaian pinjaman, pemilik kehidupan yaitu Allah akan mengambilnya kapan dan bagaimana saja Ia kehendaki. Maka hendaknya setiap manusia bersip-siap.

Keempat, Manhaj al-Qur'an yang selalu menawarkan solusi, dan selalu memberikan perbandingan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran, bahwa setelah Allah menghinakan dunia, dan merendahkan segala apa yang ada padanya, Kemudian Allah menjelaskan bahwa kehidupan akhirat adalah sebenar-benarnya kehidupan, kehidupan yang abadi dan tidak bertepi. Yang di dalamnya hanya ada dua kemungkinan, kemungkinan mendapatkan kehinaan azab Allah dan kemungkinan mendapatkan kesenangan ridha Allah berupa surga-Nya. Ringkasnya penghuni neraka dan penghuni surga telah disebutkan oleh Allah kriteria dan standarisasinya di surat an-Nazi'at ayat 37 sd 41 :

فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ * وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ * وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

Adapun orang yang melampaui batas. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi'at : 37 - 41)

Kelima, Dunia adalah kehidupan yang singkat dan sementara, namun singkatnya ia sangat menentukan bahagia tidaknya manusia di alam akhirat. Dunia adalah kehidupan yang menipu sedangkan akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Maka setiap yang hidup di dunia diberi pilihan oleh Allah,

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Asy-Syams: 8)

Apakah manusia mau memilih jalan yang dicintai dan disenangi hawa nafsunya tanpa peduli halal atau haram, ataukah ia memilih dan bersabar di jalan ketakwaan. Maka manusia merdeka dalam pilihan itu. Hanya saja Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu hanya menjamin bahwa kebahagiaan hakiki hanya didapatkan oleh mereka yang meniti jalan pilihan kedua, jalan ketakwaan. Sebagaimana lanjutan ayat tersebut, ayat 9 dan 10,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams : 9 - 10)
read more

Karena Aku Seorang Muslimah

Dunia hanyalah tempat singgah
Tak seharusnya hidup dirundung gelisah
Tak perlu risau dengan wajah
Tak perlu sedih pakaian sederhana nan lusuh
Tak perlu galau harta tak berlimpah
Tak perlu pupus harapan atas apa yang belum diraih
Tak perlu kecewa dengan pacar harus berpisah
Tak perlu galau karena teman lelaki menjauh
Tak perlu... dan tak perlu hati menjadi gundah
Selagi Islam prinsip hidup yang kupilih
Selayaknyalah jiwa berselendang indah
Di mata sang Khalik yang Maha Indah
Kupersembahkan diri untuk ibadah
Karena aku seorang muslimah.



Kupersembahkan untuk Muslimah
Semoga tegar di jalan dakwah
dari akhukum fillah
Samsul Basri , SSi, MEI





read more