Selamat Hari Natal & Tahun Baru, Bolehkah???

Selamat Hari Natal dan Tahun Baru

Hari-hari ini banyak kita dapati kalimat diatas  memenuhi berbagai media masa cetak maupun elektronik, bahkan tak jarang kita temukan juga tulisan serupa pada bungkus-bungkus permen atau makanan ringan. Disatu sisi, hal ini bukan hal yang mengherankan bagi masyarakat yang penduduknya beragam seperti  kita, akan tetapi disisi lain hal ini menjadi problema manakala sebagian umat islam belum mengerti kaidah-kaidah syari’e berkenaan dengan masalah ini.

BOLEHKAN MERAYAKAN NATAL DAN TAHUN BARU ?

Sobat ITQON sebelum kita beranjak lebih jauh, perlu kita ketahui dan fahami bersama bahwa Natal dan Tahun Baru bukanlah perayaan-perayaan   biasa, lebih dari itu keduanya merupakan hari besar bagi umat Nasrani layaknya Iedul Fitri dan Iedul Adha bagi kita umat Islam. Sesuatu yang secara mutlak telah menjadi ciri khas yang tidak mungkin terpisahkan.
Dalam hal ini, Islam sebagai agama samawi terakhir yang menghapus agama-agama sebelumnya dan yang secara mutlak diakui kebenarannya oleh Allah Subhanahu Wata’ala, memberikan batasan-batasan yang begitu gamblang dan transparan yang membedakannya dengan agama-agama lain. Ini semua diterapkan untuk memelihara kemurnian ajarannya serta menjaganya dari kontaminasi atau pengaruh-pengaruh luar yang dapat mengurangi keabsahannya.Sebagaimana tampak dalam firman Alllah Subhanahu Wata’ala :
“untukmu agamamu, dan untuk-Kulah, agamaku.” (Q.S. Al Kafirun:6)
Bahkan Rasulullah lebih gamblang lagi melarang kita untuk meniru atau mengadopsi ajaran-ajaran serta kebiasaan diluar Islam dan sebaliknya  menganjurkan kita untuk menyelisihi semua yang datang dari ajaran-ajaran tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau :
“Barang Siapa meniru sesuatu kaum, maka ia termasuk dalam golongannya” (HR. Abu Dawud)
Sobat ITQON, dari sini mulai nampak jelas bahwa hukum merayakan atau ikut menyemarakkan hari Natal dan Tahun Baru adalah HARAM, begitupula dengan ucapan selamat bagi yang merayakanya.
Dan perlu sobat ketahui bahwa fatwa semacam ini jauh-jauh hari telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pihak yang paling berkopenten dalam urusan fatwa dinegara kita, bahkan para  ulama besar terdahulu seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad Serta Imam Syafi’ie telah sepakat atas haramnya perayaan-perayaan seperti ini bagi Umat Islam. Umar bin Khathab Radiallahuanhu selaku salah seorang khulafaur Rasyidin  pun pernah berkata :
”Menjauhlah dari perayaan-perayaan hari besar musuh Allah”
Dan kalau kita mau berfikir secara rasional, rasanya aneh sekali kalau kita memberikan ucapan selamat atau bahkan turut bergembira dengan hari raya mereka, sedangkan kita meyakini bahwa mereka berada dijalan yang salah karena menyelisihi Islam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS.  Ali Imran:19)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi” (QS.  Ali Imran:19).
”Sesungguhnya orang-orang yang kafir Yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayinah:6)
Rasululloh Shalalllahu Alaihi Wasalam bersabda : “Demi zat yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya (Allah), tidaklah salah seorag dari umat ini,  baik itu Yahudi, Nasrani ataupun Majusi yang mendengar tentang (kenabian)ku, lantas ia meninggal dan belum beriman atas apa yang aku bawa, kecuali ia termasuk penghuni neraka (HR. Muslim)

TOLERANSI YANG KEBABLASAN

”Toleransi Beragama”…. inilah yang paling sering dikoar-koarkan ditengah masyarakat kita berkenaan dengan pembahasan kita kali ini. Bahkan, tidak jarang dalih satu ini menjadi senjata ampuh untuk berkelit dan membalelo dari Syariat yang telah Allah dan Rasul-Nya tentukan, padahal Allah Berfirman :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzab:36)
Dan terakhir ITQON sedikit tegaskan bahwa toleransi beragama bukan berarti kita mencampur-adukkan agama. Islam tetaplah Islam, tidak patut bagi kita memasukkan ajaran- ajaran asing atau merubah qaidah-qaidah baku didalamnya, sebagaimana yang telahdiperbuat oleh Ahli Kitab pada agama dan kitab suci mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman tentang mereka:
“ Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh Keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al Baqarah:79).
Maka sebagai kesimpulannya, cukuplah sebagai rasa toleransi, kita berikan kebebasan bagi mereka untuk menjalankan keyakinan serta ibadah mereka tanpa harus merubah keyakinan serta pandangan kita terhadap agama mereka. Dan penting untuk kita ketahui pula, bahwa hal ini sekali-kali tidaklah menghalangi kita untuk tetap bermuamalah secara baik dengan mereka sesuai etika-etika yang diajarkan oleh Islam. Wallahu A’lamu Bishawab.**(Ibnu Ihsan)


MUTIARA HIKMAH

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah ayat 216).
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim ayat 7).
 Abu Hurairah r.a : Rasulullah SAW besabda : Seandainya orang mukmin mengetahui azab Allah, niscaya dia tidak merasa tenang bila tidak masuk surga (HR. Bukhori) **(Ibnu Tama)
“Ya Rabb kami, ampunilah kami dan Saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan”
(QS. Al Hasyr : 10)




Buletin ini diterbitkan Ar-Raayah Dakwah Centre (ADC)
Ma’had Aly Ar-Raayah Jl. Perintis Kemerdekaan RT 01 RW 05
Kp. Cimenteng Ds. Sukamulya Kec. Cikembar  Sukabumi.
Penasehat : Ust. Munir Ahmad, Lc. Penanggung jawab : Ust. Barian Muntaqa, Lc. Pimpinan Redaksi : Ibnu Ihsan Layout : Taofik Dayatuloh & Ardiansyah Redaktur : Hizbullah Faiz, Cecep Hendri, Nasir, Sastra Distributor : Dian Abdullah, Hadil Ismail, Yahya, Sudirman.
Website: www.arraayah.org - e-mail : buletinitqon@yahoo.co.id









0 komentar: