“Peringatan Maulid, Bid’ahkah?”

بسم الله الرحمن الرحيم


        Siapa tak kenal maka tak sayang, begitulah peribahasa yang sering kita dengar. Adapun dengan amalan agama, bagi siapa yang tidak tahu teladannya bisa jadi tersesat, ikut-ikutan terjebak dalam kegelapan. Bukannya pahala yang dituai bisa jadi dosa menjadi kubangannya. Dan Insya Allah dalam artikel berikut ini, sedikit mengupas sejarah Perayaan khususnya Maulid Nabi yang amat populer dikalangan kaum muslimin, fatwa Ulama seputar hal tersebut, 
Agar jalan menjadi terang, agar tersingkap titian menuju amalan shahih (benar) sehingga kita paham siapa teladan kita dalam beramal. Dan bisa jadi setelah membacanya pepatah diatas berubah, “semakin kenal semakin tak sayang”.

Maulid Dalam Tinjauan Sejarah dan Syariat Islam
         Di kalangan masyarakat awam, masalah maulid ini begitu asing bagi mereka akan hakikat yang sebenarnya, sehingga mereka taqlid (mengikut) saja kepada da’i-da’i yang berada di atas kesesatan yang beranggapan dan berkeyakinan bahwa maulid adalah syi’ar Islam dan bukan bid’ah. Padahal kalau kita kembali membuka penjelasan para ulama akan hal tersebut dan menjelaskan kepada kita tentang sejarah awal yang memulai maulid ini dan siapa pengusungnya, niscaya kita akan menghindar dan tidak ikut berpartisipasi dalam perayaannya.
         Kami akan jelaskan di lembar yang singkat ini akan hakikat maulid dalam timbangan sejarah dan syariat.
{  Sejarah Peringatan Maulid
               Al-Maqrizy (seorang ahli sejarawan Islam) dalam bukunya ”Al-Khuthath” menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
   Dinasti Fathimiyun mulai menguasai dan menaklukkan mesir di awal tahun 362 H dengan raja pertamanya Al-Muiz lidrillah membuat enam perayaan maulid sekaligus; maulid Nabi, maulid Ali, maulid Fathimah, maulid hasan, maulid husain dan maulid raja yang berkuasa. Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan maulid tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.
Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.
Abu Syamah (ahli hadist dan sejarah wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya "Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi. Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi (penyembah matahari), pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.
Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai Tuhan Pencipta dan Pemberi Rezki, setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap Aisyah istri Rasulullah e di pasar-pasar.   
Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada umat akan kesesatannya, diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad  serta keluar dari agama islam.
{  Fatwa Ulama perayaan Maulid Nabi Shallallaahu'Alaihi Wa Shallam
§  Imam Asy-Syaukani, ketika menjawab pertanyaan tentang hukum perayaan Maulid Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam maka beliau menjawab, “Saya tidak mendapatkan sebuah dalil pun akan disyariatkannya perayaan ini, baik dalam Al-Qur’an, hadits, qiyas (logika) atau dalil yang lainnya. Beliau menukilkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin bahwa perayaan ini tidak pernah dilaksanakan pada generasi yang paling mulia, yaitu sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan juga tidak pada generasi setelahnya. Tidak ada seorang ulama pun yang menukilkan dari ulama sebelumnya bahwa acara ini bukanlah acara bid’ah, bersamaan dengan itu mereka sepakat bahwa setiap perbuatan bid’ah merupakan kesesatan. (Maa hukmul ihtifal bii maulidin Nabiy)
§  Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, ketika menjawab pertanyaan tentang hukum perayaan Maulid Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam dan apakah hal itu dilakukan oleh sahabat, tabi’in atau para salaf lainnya, beliau menjawab: Tidak diragukan lagi bahwa perayaan Maulid Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam termasuk bid’ah dalam agama dan terjadi setelah kebodohan dalam dunia Islam menyebar luas, sehingga kesesatan, pembodohan dan taklid buta mudah terjadi. Bid’ah Maulid Nabi ini tidak pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Rasulullah e ­bersabda, “…Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang diberi petunjuk setelahku. Pegang teguhlah dengan sekuat-kuatnya….(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih)
§  Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz rahimahullah, beliau mengatakan: bahwa tidak boleh mengadakan kumpul-kumpul/pesta-pesta pada malam kelahiran Rasulullah e dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah) dalam agama. Selain Rasulullah belum pernah mengerjakannya, begitu pula Khulafaur rasyidin, para sahabat lain dan para tabi’in yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah generasi orang-orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah daripada generasi setelahnya dan benar-benar menjalankan syariat-Nya.
§  Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, beliau mengatakan: Tanggal kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara pasti. Bahkan sebagian ahli sejarah kini yang mengadakan penelitian mengatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam adalah 9 Rabi’ul Awal, bukan 12 Rabiul Awal. Dengan demikian perayaan memperingati Maulid Nabi pada tanggal 12 Rabiul Awal dari sisi sejarah tidak ada asalnya. Dari sisi syariat perayaan ini juga tidak ada dasarnya. Kalau hal itu merupakan bagian dari syariat Allah tentu Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam sendiri melaksanakannya atau beliau menyampaikan hal ini kepada umatnya. Tapi ternyata tidak ada sedikit pun keterangan tentang hal itu maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan ini bukan bagian dari agama Allah.
Setelah membaca artikel ini, berdoalah kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Q.S. Al An'aam: 116 ).
Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita semua, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam......




0 komentar: