Oleh : Ibn jauzy
Penerjemah : Samsul Basri, S.Si
Dendam itu adalah mengendapnya atau
tersimpannya kesan buruk (negatif) dari
orang yang di dendam di dalam jiwa. Dan telah lumrah bahwasanya akal manusia
menindak lanjuti kesan negatif yang mengendap itu sebagaimana ia menindak
lanjuti kesan positif yang tersimpan.
Dengan sanadnya yang sampai kepada
Abdullah bin Ka’ab (ayahnya), Ibnu Malik berkata : “saya mendengar Ka’ab bin
Malik mengabarkan tentang kondisinya ketika tertinggal dari Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam[1],
lalu ia menceritakan kisah tersebut dan kisah diterima taubatnya. Dia berkata :
kemudian aku memasuki mesjid nabawi dimana Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam sedang duduk dan duduk pula para sahabat disekitar beliau, kemudian
Thalhah bin ‘Ubaidillah bangkit menyalami dan mengucapkan selamat kepadaku,
demi Allah tak seorang pun yang melakukan hal itu dari muhajirin selainnya”.
Berkata (Ibnu Malik) : “Setelah peristiwa tersebut Ka’ab tidak pernah melupakan
Thalhah”. Diriwayatkan dalam al-shahihain.[2]
Maka apabila telah tetap bahwasanya
yang indah (kesan positif) tidak dilupakan, maka demikian pula yang buruk
(kesan negatif), hanya saja sangat dianjurkan adanya kesungguhan menghilangkan kesan
buruk (negatif) dari dalam hati. Dan pengobatan untuk itu adalah dengan
pemberian maaf dan lapang dada. Adapun pemberian maaf dengan melakuakn dua hal
: pertama, melihat balasan atau keutamaan bagi pemaaf (yang memberi maaf). Dan
kedua, bersyukur kepada Allah yang menjadikan hal ini yaitu kedudukan mulia
bagi yang memberi maaf dibandingkan kedudukan orang yang mencela atau yang
melakukan kesalahan. Dan diantara kesempurnaan memberi maaf adalah sampainya
keridhaan, dan hal demikian menghapuskan
apa yang di hati (berupa kesan negatif).
Dan masih ada pengobatan yang lebih
ampuh dari pengobatan ini, yaitu dengan melihat bahwasanya seseorang yang
dimudahkan atasnya untuk menyakitinya tidak lain adalah karena dosanya sendiri
terhadap orang tersebut, atau sebagai penghapus bagi kesalahannya, atau sebagai
sarana dirtinggikan derajatnya, atau sebagai ujian atas kesabarannya. Dan masih
ada pengobatan yang jauh lebih ampuh dari ini yaitu dengan melihat segala
sesuatu adalah bagian dari apa yang telah ditentukan (taqdir Allah Azza Wa
Jalla).
Referensi : Al-Aththibbu Ar-Ruhaniy
Bab kedua belas : Fii Daf’i Al-Hiqdi
Penulis : Ibnu Jauzy
0 komentar: