Oleh : Syaikh. Dr. Nashir bin Sulaiman al-Umar
diterjemhakn o/ Samsul Basri, S.Si
Sungguh
diantara sebaik-baik nasehat yang kami ketengahkan kepada para pemuda adalah anjuran
untuk menerima/ menimba ilmu di usia mudanya. Masa muda adalah kesempatan yang
berharga dan sangat tepat bagi orang yang berakal untuk memanfaatkannya. Karena
boleh jadi sesuatu yang mampu ia lakukan hari ini, tidak mampu ia lakukan di
hari esoknya.
Para ulama banyak
mengangkat suara dalam masalah ini. Mereka menekankan betapa pentingnya
menuntut ilmu di usia dini (muda). Mengenai keutamaan belajar di masa muda dibandingkan
belajar di masa tua, Al-Hasan berkata : “Menuntut ilmu di usia muda bagai
mengukir di atas batu”.[1] Dan
‘Alqamah berkata : “Adapun mengenai apa yang saya hafal di kala muda, maka sungguh aku seperti melihat hafalan itu
tertulis dalam kertas”.[2] Tentu
hal itu dikarenakan kuat hafalannya.
Al-Hasan bin
Ali berkata kepada anaknya dan kedua ponakannya : “Belajarlah ilmu, kalaulah
sekarang ini status kalian rendah di suatu kaum, kelak di hari esok dengan ilmu
akan menjadi pembesar kaum. Maka bagi yang belum menghafal hendaklah menulis.”[3]
الـعلم صيد
والكـتـابـة قـيـده
|
|
قيـد صيـودك بالحبـال الواثقه |
وتتركهـا بيـن
الخلائق طالقـه
|
|
فمـن الحماقــة أن تصيد غزاله |
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
Ilmu itu buruan dan tulisan adalah
ikatannya.
Adalah kebodohan engkau menangkap rusa.
Lalu melepaskannya bebas diantara kawanan
binatang.
Urwah bin Zubair berkata kepada anaknya : “Mendekatlah padaku,
dan belajarlah dariku, maka sungguh kalian tidak lama lagi akan menjadi pembesar
kaum. Dahulu ketika kecil tidak seorang
pun melihatku, tetapi ketika aku benar-benar mencapai usia dewasa, manusia mulai
bertanya padaku. Dan tidak ada sesuatu yang lebih buruk bagi seseorang yang
ditanya mengenai urusan agamanya tetapi dia jahil tentangnya.”[4]
Dan diriwayatkan dari Lukman, ia berkata kepada anaknya :
“Wahai anakku, muliakanlah para ulama, rapatilah mereka dengan kedua lututmu, sesungguhnya
Allah menghidupkan hati dengan hikmah sebagaimana Ia menghidupkan bumi yang
mati dengan hujan lebat.[5] Wahai
anakku jangan pelajari ilmu untuk menyaingi para ulama, untuk mendebat
orang-orang bodoh, dan berlaku ria di hadapan orang-orang yang bermajelis.[6] Jangan
tinggalkan ilmu karena zuhud terhadapnya, atau karena cinta pada kebodohan. Wahai
anakku, pilihlah majelis-majelis di depanmu, apabila engkau mendapati suatu kaum
berdzikir kepada Allah, duduklah bersama mereka. Sungguh sekiranya engkau berilmu,
maka ilmumu akan sangat bermanfaat bagimu. Sebaliknya, bila engkau jahil
(bodoh) maka ilmumu sama sekali tidak memberi manfaat, dan bila tetap dalam kebodohan,
maka bertambahlah kesesatanmu.[7] Wahai
anakku, sesungguhnya hikmah (kebijaksanaan) adalah engkau memposisikan
kedudukan orang-orang miskin sama dengan engkau memposisikan para raja.”[8]
Perkataan terakhir di atas, sangat jelas implementasinya bagi
siapa yang telah membaca sejarah dan kehidupan para ulama. Sungguh kebanyakan para
ulama hidup bersama orang-orang miskin, dan orang-orang lemah yang kurang
mendapat perhatian. Padahal mereka telah mendapat posisi mulia dalam mejelis
para raja, yang seseorang belum tentu memiliki kepekaan yang sama bila duduk dalam
majelis kemuliaan itu. Tak heran bila para ulama mendapat kedudukan dalam
mejelis-mejlis yang lebih besar dari majelis para raja yaitu hati-hati manusia.
Dan Lukman menambahkan: “Sebagaimana para raja membiarkan
untuk kalian hikmah (kebijaksanaan). Maka biarkanlah bagi mereka dunia.”[9]
Inilah Bisikan
yang kami hembuskan ke telinga para pemuda kami, dan hari libur semakin dekat
berakhirnya. Ruang pertemuan belajar pun telah siap menyambut mereka,
ketahuilah bahwa diantara generasi kita itu, semoga kita melihat Ibnu Abbas, Ibnu
Umar baru di zaman ini, Ibnu hayyan atau Ibnu nafis, dan nama-nama yang lain.
Judul Asli : Al-Ilmu
fii as-Sighar.
Penulis : Syaikh. Dr. Nashir bin Sulaiman al-Umar.
Judul : Menuntut Ilmu
di waktu Kecil.
Penerjemah : Samsul Basri, S.Si
[1] Al-madkhal Ila as-Sunanil Kubra, no 640, dan berkata al-Muhakik : Ibnu
Abdil Bar meriwayatkannya pada penjelasan ilmu 1/82.
[2] Al-madkhal Ila as-Sunanil Kubra, no 642, dan al-Muhakik menguatkannya
kepada Ibnu Sa’ad pada at-Thabaqaat 6/87 dari al-Hamaniy.
[3] Al-madkhal Ila as-Sunanil Kubra, no 642, dan al-Muhakik menguatkannya
kepada Ibnu Abdil Bar 1/82 dengan sanadnya dari Abdullah bin al-Imam Ahmad.
[5] Al-madkhal Ila as-Sunanil Kubra, no 445, dan al-Muhakik menguatkannya
kepada Ibnu Abdil Bar pada penjelasan Ilmu 1/106.
[6] Apa yang telah lewat dari atsar ini adalah makna hadits
dari Rasulullah s.a.w, beliau bersabda : “janganlah kalian mempelajari ilmu
untuk menyaingi para ulama, berdebat dengan orang –orang bodoh, dan berlaku ria
dalam majelis, siapa yang berbuat demikian maka dicampakkan dalam neraka”. Diriwayatkan
oleh Hakim dalam al_mustadrak 1/86, dan awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dalam al-Muqaddimah 254/1, dan berkata dalam kitab az-Zawaaid : para perawi
hadist sanadnya terpercaya. Dan diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya.
0 komentar: