Oleh : Samsul Basri, S.Si
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah perekonomian itu ada sejak adanya manusia itu sendiri. Berbagai
penjelasan mengenai alam semesta dan hakekat serta makna dari kehidupan
manusia. Dan penjelasan itu telah menimbulkan berbagai ragam pandangan hidup
sistem ekonomi yang masing-masing secara implisit ataupun eksplisit mendasarkan
pandangan dunia sendiri-sendiri dan menyediakan strategi yang berbeda bagi
penjelasan problem ekonomi. Kehadiran kegiatan ekonomi di tengah-tengah
manusia disebabkan karena adanya kebutuhan dan keinginan, namun cara memenuhi
dan mendistribusikan kebutuhan itu didasari oleh filosofi yang berbeda,
sehingga menimbulkan berbagai system dan praktek ekonomi yang berbeda. Sehingga bagi Prof. Dr.
H. Veithzal Rivai (2009) perbedaan ini tidak lepas dari pengaruh filsafat,
agama dan ideologi serta kepentingan politik yang mendasari suatu negara
menganut system tersebut.[1]
Menurut Prof. Dr. H. Ismail Nawawi (2009) : Pemikiran mengenai ekonomi (economic
thought) muncul semenjak kehadiran manusia di muka bumi yang perkembangan
dan pemikiran merupakan fenomena reaksioner terhadap dinamika kondisi emperik
kehidupan manusia dalam segala aspeknya; baik aspek ideologi, politik, ataupun
sosial dan budaya.[2]
Adapun ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan moderen baru
muncul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul
sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad g. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islam
adalah Al-Qur’an dan Hadits maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan
dengan diturunkannya Al-Qur’an pada masa Rasulullah g, pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M.[3]
Setelah masa tersebut, banyak sarjana Muslim memberikan konstribusi karya
pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi
relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta –kebanyakan- didukung oleh
fakta empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana
pemikir-pemikir barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi
di kalangan pemikir Muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada
masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut
dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.[4]
Sejarah pemikiran ekonomi Islam telah diklasifikasi oleh Siddiqi menjadi
tiga periode, yaitu periode pertama/ fondasi (masa awal Islam – 450 H/1058 M).
Diantara para sarjana Muslim yang hidup pada periode ini, yang masih berjumpa
dengan para sahabat Nabi g dan juga para tabi’in sehingga
memperoleh referensi ajaran Islam yang autentik adalah Hasan Al-Basri, Zayd bin
Ali, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad bin hasan al Syaibani, Yahya bin Adam,
Syafi’i, Abu Ubayd, Ahmad bin Hambal, Al-Kindi, Junayd Baghdadi, Al-Faribi, Ibn
Miskwayh, Ibn Sina, dan Mawardi.[5] Periode
kedua (450 – 850 H/ 1058 – 1446 M) merupakan masa dimana pemikiran ekonomi
banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi moral,
melebarnya kesenjangan antara miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian
masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran, tedapat pemikir-pemikir besar
yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini. Diantaranya adalah
Al-Ghazali, Nasiruddin Tutsi, Ibn Taimiyah, Ibnu Khaldun, Al-Maghrizi, Abu
Ishaq Al-Shatibi, Abdul Qadir Jaelani, Ibnul Qayyim, Ibn Baja, Ibn Tufayl, Ibn
Rusyd, dan masih banyak lagi.[6] Adapaun
pada periode ketiga (850 – 1350 H/ 1446 – 1932 M) yang merupakan masa kejayaan
pemikiran. Terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus
tahun terakhir, sebagaimana tampak dalam karya dari Shah Waliullah, Muhammad
bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Ibn Nujaym, Ibn
Abidin, Ahmad Sirhindi, dan Muhammad Iqbal. [7]
Fakta ini merupakan sebuah bukti bahwa sejarah yang dikontruksi oleh Barat
sulit untuk jujur menyatakan bahwa peradaban Islam memberikan kontribusi nyata
dan sangat besar bagi tumbuh kembangnya peradaban Barat pasca jaman kegelapan.
Padahal jika saja saat itu tidak ada komunikasi budaya, proses penerjemahan,
proses belajar bangsa Eropa kepada intelektual muslim di Cordova (Spanyol)
seperti Ibnu Rusyd (Avveroes), keterbukaan ilmu pengetahuan para pemikiran
Islam, peradaban Barat moderen yang awal mulanya dibangun oleh Bapak filosof moderen Rene Descartes (1596-1650) tidak akan
pernah ada. Barat akan selamanya berada di zaman kegelapan.
Dalam bukunya yang berjudul Jejak Rekam Ekonomi Islam yang merupakan
refleksi peristiwa ekonomi dan pemikiran para ahli sepanjang sejarah
kekhalifahan, Perwataatmadja (2008) menyebutkan bahwa diantara pemikir ekonomi
di masa khilafah Bani Abbasiyah II yang banyak memberikan konstribusi terhadap
pengembangan ilmu ekonomi adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.
Sehingga semakin jelas terlihat ketika pemikiran ekonomi yang telah disusun
oleh ekonom muslim klasik seperti Ibnul
Qayyim dan yang lainnya digali dan dikaji. Ada benang merah pemikiran dan
pengaruh pemikiran filsafat, termasuk ekonomi bagi para pemikir Barat moderen.
Ibnul Qayyim adalah murid Ibnu Taimiyyah, seorang jurist dan pemikir
sosial yang menguraikan banyak hal tentang pandangan gurunya dan menunjukkan
suatu pandangan analitik dalam diskusi tentang masalah-masalah ekonomi.[8]
Ibnul Qayyim memiliki akhlak yang mulia, memiliki perangai lembut dalam
pergaulan, mempunyai semangat tinggi, wawasan luas, temasuk orang besar dalam
sisi karakteristik, kebaikan, keilmuwan, keutamaan, tahajjud dan ibadah.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir, salah satu muridnya berkata, “bacaan dan
etikanya sangat baik, banyak berlemah lembut, tidak pernah hasad dan dengki
kepada siapapun, tidak pula menyakiti dan mencela mereka. Secara umum
kepribadiaannya dipenuhi oleh kebaikan dan akhlak yang mulia.”[9]
Penulisan ini menjelaskan tentang pemikiran dan sumbangan Ibnu Qayyim
al-Jauziyah sebagai pemikir besar Islam dalam ekonomi. Yang oleh Prof. Abdul
Azim Islahi dalam papernya yang berjudul Economic Thought Of Ibn Al-Qayyim
melaporkan dan menganalisa pemikiran ekonomi dari Ibnul Qayyim dalam masalah
pengendalian harga, mekanisme pasar, pengawasan kegiatan ekonomi (al-hisbah),
kekayaan dan kemiskinan, bunga dan zakat, yang dijelaskan pada tempat yang
berbeda dalam berbagai karyanya. Inti sari utama dalam pemikiran ekonominya
ialah merealisasikan konsep kebajikan sosial, pelaksanaan keadilan dan
penghapusan eksploitasi dalam kehidupan perekonomian.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas dua pokok permasalahan
yaitu : sejarah dan pemikiran ekonomi Ibnul Qayyim.
Download makalah ini !
[1]H Veithzal Rivai, dkk, Ekonomi Syari’ah Konsep, Praktek &
penguatan kelembagaannya, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009, hlm 17.
[2]Ismail Nawawi, Ekonomi Islam Perspektif Teori, sistem dan Aspek Hukum,
Surabaya : Its Press, 2009, hlm 23.
[8] Karnaen A. Perwataatmadja & Anis Byarwati, Jejak Rekam Ekonomi Islam,
Jakarta : Cicero Publishing, 2008 hlm. 159.
0 komentar: