AMBILLAH IBRAH

Download tulisan, klik BISMILLAH



Prolog :

Ketika mata ini mulai melek di penghujung akhir malam, sadarlah aku bahwa Dia membangunkan aku dari mati kecil, Dia masih menginginkan udara ciptaan-Nya keluar masuk dalam rongga tubuh ini. Alhamdulillah Segera kupuji Tuhan yang masih mengembalikan ruh ini ke jasadnya dan tidak menahannya. kedua tangan dan kaki mulai dapat kugerakkan dengan sadar walau masih kudapati badan ini terebah di atas kasur dan terasa berat meninggalkannya. Seketika suara halus tedengar sangat lembut teruuus berbisik pelan,

“Tidurlah lagi belum saatnya engkau bangun!, ayo tidurlah! Waktu malam masih panjang”.

Kurasakan belaian angin malam yang dingin behembus masuk di selah-selah jendela kamar, seolah ada yang sengaja membiarkannya masuk sambil sesekali badan kubalikkan ke kanan dan ke kiri yang samakin merasakan nikmatnya berada di atas kasur, dan entah siapa kurasakan ada yang meniup-niup mata ini dengan tiupan yang lebih halus dari bisikan suara aneh itu. Masya Allah, mata ini terasa berat dibuka dan…dan… pikiran ini sedikit demi sedikit hilang dan mulai kembali berlabuh ke alam tidak sadar. Aku merasa kalah, dan akan memanjakan jasad ini menuruti keinginannya untuk hilang ke alam itu. Suara aneh itu kembali berbisik pelan dan kurasakan semakin lembut, bahkan lebih lembut dari suara seorang ibu yang menyapih bayinya penuh kasih sayang sambil mencium bayinya.

“Bagus, tidurlah jangan paksakan dirimu, kasihan jasadmu, ia sangat lelah, waktu malam masih panjang, ini kesempatan bagus bagimu. Jangan lewatkan nikmatnya tidur dengan cuaca dingin begini”.

Dan….ssssttt…. aku kembali tertidur, walau sadarku masih belum sepenuhnya hilang dalam keremangan hitam, gelap..gelap dan semakin gelap.

“Bangunlah wahai jasad !, di sepertiga malam ini Rabbmu akan turun di langit pertama di langit bumi ini. Apakah engkau akan melewati kesempatan ini ?, kesempatan baik untuk mengemis pada-Nya?. Kesempatan yang belum tentu engkau dapatkan esok hari. Bangunlah!!!, Dia ingin mendengar keluhanmu dan menginginkan engkau terbuka tanpa harus malu pada-Nya. Dia berjanji padamu akan mengabulkan doamu bila engkau menengadah tangan penuh harap pada-Nya. Mengampuni dosamu bila engkau berterus terang pada-Nya. Dan mengokohkan jiwamu menata dan menghadapi hari esok. Apalagi yang kau tunggu ?!!!. ayo bangun !!!, jangan turuti keinginan jasadmu karena ia akan memperbudakmu bila engkau terus memanjakannya. Bangunlah ! banguuun!!!”..

“Masya Allah”, aku terhentak kaget. Suara teriakan itu jelas terdengar bagai halilintar menyambar pendengaran ini dan suara siapakah itu… tegas penuh wibawa… mataku terbuka lebar dan tak mau terpejam lagi. Kuatur nafas biar jantung ini berdetak stabil, suara halus aneh yang tadinya memintaku tidur tak lagi terdengar, kubulatkan tekad menuruti suara aneh lain yang memintaku bangun dan segera berkhalwat pada-Nya. “Bismillah”, akhirnya aku berhasil melawan tuntutan jasadku yang selalu meminta kenikmatan sesaat. Aku bangun dan segera berbenah diri, dan entah kenapa ? di hati ini kutemukan ketidak sabaran untuk segera bersimpuh di hadapan-Nya. Dinginnya air untuk wudhu semakin menambah kenikmatan dan kerinduan, suara itu kembali berbisik gembira mungkin saja senang karena akhir malam ini dia behasil memenangkan diriku dari kelalaian, “Ketahuilah, semakin berat rintangan seseorang yang ingin kembali kepangkuan-Nya, semakin berat pula nilai pahala yang diperolehnya. Semakin dingin air untuk wudhu di waktu seperti ini semakin besar pula nilai pahalanya di sisi Rabbmu. Bergembiralah !!! karena tetesan air wudhumu itu akan menggugurkan dosamu”. Aku tersenyum entah kepada siapa, hanya saja suara itu kurasa semakin besahabat. Kuhampar sajadah karena dinginnya lantai mesjid memaksaku melakukan itu. “Allahu Akbar”, mulai kugerakkan lidah ini membaca doa iftitah, berta-audz’ mengucapkan basmalah lalu membaca surah Alfatiha. Masya Allah belum pernah aku melafadzkan bacaan itu setenang ini. Pada bacaan-bacaan surah yang lain kudapati diriku mulai cengeng pada-Nya, air bening dengan pelan dan lembut keluar dari kelopak mata ini tak tertahankan mengalir membelah pipiku. Aku semakin ingin cengeng pada-Nya, dan kubirakan air mata itu mengalir bak air bah yang jebol dari bendungan. Suara itu kembali terdengar dari dalam, halus dan lembut, “Menangislah!, Rabbmu semakin senang bila engkau menangis karena membaca ayat-ayat-Nya. Menangislah! Tangisilah dosa-dosa yang telah diperbuat jasadmu. Jangan malu pada-Nya”. Suara itu menguatkan hatiku untuk semakin cinta dengan kondisiku sekarang ini. Dalam setiap sujud aku bemunajat pada-Nya dan tak ingin melewatkan kesempatan itu. Aku terus larut dalam rakaat-rakaat sholat sambil terisak-isak tangis. Sayangnya, setelah beberapa rakaat jasad ini mulai lelah berdiri dan tangan ini pun terasa berat diangkat bertakbir. Kuakhiri shalat dengan salam, dan Kini kesedihanku semakin bertambah, betapa jasad ini tidak pernah mau merasa lelah bila disibukkan dengan urusan yang melalaikan ia kepada Allah, selalu ada energi cadangan untuk meneruskan aktivitasnya itu. Tapi lihatlah jasadku sekarang ini baru empat rakaat sudah merasa lelah dan letih. Kupejamkan mata ini lalu kubiarakan suara rintihan hatiku mengadu penuh harap kepada-Nya, “Ya Rabb, ampunilah segala dosa dan kesalahan hamba. Hamba tak mampu memimpin jasad yang engkau amanahkan ini untuk betul-betul mentaati-Mu. Masih begitu banyak mata ini melihat yang bukan haknya, telinga ini mendengar yang bukan haknya, mulut ini berbicara yang bukan haknya. Kaki dan tangan ini masih banyak melangkah dan memegang yang bukan haknya. Serta hati dan pikiran ini masih jauh dari bedzikir dan bersyukur pada-Mu. Ampuni hamba ya Rabb!”. Aku semakin sedih karena benar-benar jasad ini terasa lelah dan tak kuat menambah rakaat lagi, dengan segenap kekuatan tersisa kusempurnakan sholat lail itu dengan tiga rakaat witir. Aku masih menyesali kelemahan badanku pada-Nya. Baginda Rasul yang mulia, yang telah dijamin surga oleh Allah dan telah dijamin dosanya yang telah lalu bahkan yang akan datang diampuni, tetap kuat berdiri di hadapan Rabb-Nya hingga kaki beliau bengkak-bengkak karena lamanya berdiri, begitu kata Aisyah r.ah. Namun siapakah yang menjamin aku?, kenapa kudapati jasad ini begitu sombong melangkah di permukaan bumi, begitu banyak seruan ajakan untuk kembali kepada Allah namun tidak berbekas dan tidak menggerakkan hati. Kalaupun ia memenuhi panggilan itu maka ada perasaan malas dan berat berlama-lama seperti yang kurasakan saat ini. “Ya Rabb, jangan cabut kekuatan ini dariku. Hamba masih ingin menangis di pangkuan-Mu. Masih banyak yang hamba pinta dari-Mu, ya Rabb..Rabb…….,”. Suara yang semakin kurindui dan kucintai itu berbisik pelan dan lembut,

“Jangan paksakan dirimu, Tuhanmu Yang Maha Rahman dan Rahim tidak membebankan sesuatu padamu melainkan dengan apa yang engkau sanggupi. Sebentar lagi seruan sholat subuh akan masuk, berilah hak bagi jasadmu untuk beristirahat agar ia kembali kuat bediri, rukuk dan sujud di waktu subuh. Dan ketahuilah amalanmu yang sedikit ini jauh lebih baik dari seribu karamah (kemuliaan) bila engkau istiqamah menjalankannya. Sekali lagi beristirahatlah karena Rasul yang diutus kepadamu pun beristirahat selepas sholat lail hingga bilal mengumandangkan adzan”.

~~~o0o~~~

Sang surya telah duduk di singgasananya, melebarkan sinarnya yang terang menderang. kehadirannya tidak hanya dibutuhkan oleh manusia sebagai lampu aktivitas tapi juga oleh tetumbuhan yang memanfaatkan sinarnya untuk mendulang kehidupan lewat fotosintesis yang diajarkan Allah kepadanya. ia menyadari peranannya yang begitu besar sebagai bentuk Kepeduliannya terhadap mahluk di Bumi, namun tidak serta merta mengorbankan dirinya sendiri apalagi menampakkan kesombongan disisi Rabbnya, buktinya pagi ini ia tetap setia dengan sinarnya dan tetap disiplin bekerja setiap harinya dimulai dari timur dan hanya mau berakhir di barat sesuai arahan Rabb yang dititahkan padanya. Sayangnya manusia sebagai mahluk yang berakal khususnya mahasiswa di dunia kampus yang kusaksikan, begitu bersemangatnya menyuarakan hak-hak rakyat yang tertindas, namun ia melupakan hak-hak Allah atas dirinya. mereka menuntut ini dan itu atas kebijakan para pengambil kebijakan yang dinilainya tidak memperdulikan rakyat kecil dan menuntut keadilan disana sini. Namun sekali lagi keanehan terlihat, mereka justru menindas mahasiswa baru dengan dalih pengkaderan, lebih dari itu mereka tidak protes atas keputusan jasadnya untuk melalaikan perintah-perintah Allah seperti shalat misalnya bahkan sebaliknya memanjakan keputusan itu. Mereka juga tidak menuntut keadilan bagi jasadnya yang telah banyak menggunakan bahkan mengambil fasilitas dari Allah sejak lahirnya hingga detik sekarang ini namun enggan bersyukur dalam bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah. Mereka bagai lilin yang menyinari namun menghancurkan dirinya sendiri. Seperti itukah ???. aku tersadar dari lamunan dan mendapati tubuhku berada di depan pintu Mesjid Al-Mubaraqah sambil menikmati udara bertabur cahaya pagi.

Pengalaman semalam yang kurasakan telah menuntun kesadaranku hingga tulisan ini kupesembahkan bahwa pada diri setiap anak cucu Adam, terdapat tiga suara yang terus berdengung dan berbicara sebagai bentuk respon terhadap lingkungannya. Suara itu bahkan jelas terdengar. Ia berbisik lembut dan halus dan terkadang berteriak namun teriakan yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa pemilik jasad itu sendiri. Sebut saja suara yang pertama adalah suara tubuh, suara yang kita rasakan berbisik dari dalam menuntut kesenangan bagi kepuasan Syahwat semata atau jasad semata, terkadang tuntutannya masih dapat ditolelir tapi kebanyakan berlebihan hingga selalu lalai dari Rabbnya. Suara yang kedua adalah suara bisikan syaitan L.a. Bisikannya halus, pelan, lembut dan seakan membela, padahal menipu karena bisikan itu jelas-jelas mengajak pada kelalaian, dosa, dan kebinasaan. Bisikan ini sebenarnya lemah, hanya saja ia (red: Syaitan L.a) selalu menunggangi syahwat manusia sehingga tidak sedikit manusia terpedaya dan mau jadi korbannya. Dan suara ketiga sebut saja al-haq (Kebenaran), suara hati yang fitrah dilandasi ilmu, iman, amal. Suara inilah yang mencoba mengingatkan kita dari kesalahan, menegur bila hati condong pada kemaksiatan, dan selalu mengingatkan akan nilai atau keutamaan suatu amal, serta ancaman bila meninggalkan suatu amalan. Hanya saja terkadang frekuensi getaran suara ini melemah sebagai dampak keseringan kita mengabaikannya dan menjauhkannya dari makanan ruhani. Bila kondisi demikian terus dibiarkan boleh jadi suara bijak itu hilang tak lagi terdengar, dengan kata lain hati menjadi buta hingga kebaikan atau keburukan dipandang berdasarkan parameter seberapa besar kebutuhan syahwat bisa terpenuhi. (naudzubillah min dzaalik). Dan keberadaan jasad seperti itu di muka bumi derajatnya tidak lebih dari binatang bahkan lebih rendah. Maukah anda seperti itu ??? saya tidak berharap anda menjawab “Ya”, karena itu jawaban orang yang bodoh bahkan orang yang sesat, yakni orang yang tidak tahu tapi sok tahu. Nah…, aku wasiatkan diriku dan diri saudaraku yang membaca tulisan ini ketahuilah suara itu benar-benar ada. Maka lemahkanlah suara pertama itu dengan banyak berpuasa, berpuasa pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu sesuai ajaran kudwah kita yakni baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Untuk melemahkan suara atau bisikan syaitan, kita mesti menjadi hamba-Nya yang Mukhlis yakni senantiasa meluruskan niat bahwa segala ucapan dan perbuatan semata ditujukan untuk menggapai ridha Allah bukan selain-Nya. Adapun untuk menguatkan suara yang ketiga yakni dengan banyak beristghfar kepada Allah, berdzikir kepada-Nya, mentadabburi Qalam-Nya, dan selalu berkhalwat pada-Nya di sepertiga malam terakhir.

Bukanlah Musibah itu engkau kehilangan harta benda atau kedudukan mulia

yang tak dapat diraih jasadmu. Tapi..., musibah itu ketika matinya suara

hati yang menjadikan derajatmu hina di mata Rabbmu”.

0 komentar: