Memang Begitu Nyatanya….!!!!

DOwnload tulisan ini, klik BISMILLAH



Entah mengapa dan kenapa?, laki-laki itu juga merasa heran akan dirinya, kanapa tiba-tiba dia mendapati dirinya seorang diri di tengah rimbunan pohon di hutan?. Ia berteriak dan sepertinya memanggil nama orang yang dikenalnya. Sayangnya, suara yang diharapkannya untuk berbalas tak tedengar selain suaranya sendiri. Nafasnya mulai tesengal-sengal, naik turun tak beraturan. Kini ia panik. Kekar badannya jadi tak berarti. Ketakutan mulai menghampiri merasuk dalam jiwanya yang tak mampu ia sembunyikan lagi. Ia menangis pilu, lalu kembali berteriak sembari berharap banyak, ada seseorang yang mendengarnya walau bukan orang yang dikenalnya, “Tolooong…!!! Toloooong!...!!, aku tersesaaaat..!!! adakah orang yang mendengarkan aku??!!! Toloooong!!!”, “..hiks….hiks…”. Air matanya tumpah, ia benar-benar takut. Betapa tidak, lelaki tampan itu tak tahu kemana ia harus mengayuh langkahnya, ke kanan, ke kiri, ke depan ataukah ke belakang?, sama saja baginya karena setiap kali perasaannya jauh melangkah, ia merasa tetap tidak berpindah tempat. Baginya, yang terlihat hanyalah rimbunan pohon yang sama, tinggi menjulang. kasihan sekali lelaki ini, dia benar-benar tersesat. Dia akhirnya sadar, kalau di tengah hutan seperti ini, dia tidak bisa berharap banyak ada seseorang yang mendengar teriakannya atau berharap ada orang yang kebetulan lewat lalu melihatnya dan menolongnya. Kini ia hanya mengandalkan feelingnya, mengarah kemana kakinya melangkah sambil meningkatkan kewaspadaan kalau-kalau ada sesuatu mengancam jiwanya.

Krek…krek…krek,

“Hah!!!”, “siapa, siapa itu ? “, galau hatinya sambil menolehkan kepala dan badannya ke kanan, ke kiri, dan sesekali ke belakang dengan cepat karena takut. Ia mendengar seperti ada suara langkah menginjak daun-daun atau dahan-dahan kering, membuntutinya di balik semak-semak yang tak terlihat oleh matanya. Krek… Krek.. krek…, suara langkah itu semakin jelas di telinganya, tak jauh dari posisinya berdiri sekarang ini, tapi dimana???!!!. Jantungnya semakin berdetak kencang, ketakutannya malah meningkat di luar batas kewajaran, terasa ada air hangat yang menetes di balik celananya, ia menagis walau berusaha untuk tegar tapi ia tak mampu. “AaaaaahhHHHH…!!!!” kagetnya minta ampun. Tiba-tiba dari balik pohon terlihat olehnya sosok mahluk yang sangar, berambut gondrong berkaki empat, tubuhnya penuh bulu dan tentu saja berekor. “WuaaaAAAHHHH...” mahluk aneh itu mengaung keras, menggetarkan dan menyiutkan nyali lelaki itu. Gemetar sudah seluruh tubuhnya, lebih-lebih ketika dilihatnya taring siraja hutan yang runcing dan tajam bagai pisau yang siap mengoyak-ngoyak daging, saat mengaung tadi. Dan dari mulut si raja hutan itu menetes air liur pertanda sangat lapar.

“Lariiiii…!!!”, tanpa banyak pikir lagi, lelaki itu segera memberi aba-aba bagi dirinya sendiri mengambil jurus seribu langkah, menjauh ke depan dengan sangat cepatnya. Singa buas tak mau kalah adu lari, apa artinya predikat si raja hutan kalau tidak bisa mendapatkan lelaki itu, terlebih ini kesempatan emas mendapatkan mangsa dari daging manusia. He..he...he...

Suara langkah terus beradu kencang, hanya sesekali pemuda ini menoleh ke belakang, memastikan bahwa singa itu berhenti mengejarnya. Nyatanya tidak, pupuslah harapannya, singa itu gengsi kalah adu lari. Ia mulai tak kuat berlari. Kakinya serasa melepuh menginjak akar-akar pohon yang cadas dan batu-batu hutan yang licin. Terlihat darah mengalir pada betis dan tangannya akibat goresan tanaman berduri. Tapi karena tidak ada pilihan lain baginya, ia harus terus berlari. Berhenti, hanyalah mempercepat kematian, dan itu artinya kemenangan bagi singa.

”Aaaa...!!!!”. sebuah lubang besar seperti sumur tua kering di depannya, lelaki itu terjatuh ke dalamnya. Ia tidak menyadarinya. Untungnya nasib baik masih berpihak. Dipertengahan dinding sumur itu ada akar pohon yang melintang, disitulah ia berhasil memegang dan tidak sampai terjatuh ke dasar sumur. Biarpun, singa buas itu tetap berdiri berputar mengelilingi tepi mulut lubang sumur tua itu, lelaki itu kini bisa bernafas lega. Biarlah aku di sini beberapa saat, sampai binatang jelek itu bosan lalu pergi meninggalkanku, begitu pikir lelaki itu. ”He..he..ha...Ha...Ha...”. ”Sweeet...Sweet...Sssiuul..” dia mulai tertawa menunjukkan kemenangan, bersiul seakan mengejek binatang yang berada di atasnya yang masih berputar-putar di mulut sumur.

Malang nian nasib lelaki ini, belum lama kegembiraan bersamanya dan belum jauh ketakutan itu pergi meninggalkan jiwanya, kini ketakutan itu kembali merangkulnya dengan sangat eratnya, merasuk ke dalamnya dan menciptakan kepanikan dan kegelisahan pada dirinya. Alur nafasnya kembali tak karuan iramanya. Jantungnya kembali bedetak sangat kencangnya. Yah, demikian itulah kondisinya, ketika mengarahkan pandangannya ke dasar sumur. Terlihatlah dengan jelas begitu banyak ular berbisa di bawah sana yang membuka mulut dengan sabar menanti, siap menada kapan ia jatuh. ”Tsssst...tssssttTT...” para ular mulai saling berbisik ada makanan lezat nih.

Lelaki ini menyesali nasibnya yang malang, ia merasa bagai jatuh dari ketinggian lalu ketibang tangga pula. Malah lebih dari itu penderitaanya, karena dia mendengar suara aneh di kedua ujung akar yang menjadi sisa harapan hidupnya untuk bertahan. Ketika dilihatnya, di ujung akar sebelah kiri ada tikus hitam yang menggerogoti akar. Dan di sebelah kanan ujung akar ada tikus putih yang juga sedang menggorogoti ujung akar. Mereka seakan beradu, berlomba siapa yang paling cepat memutuskan ujung akar lalu membuatnya jatuh hingga tak bisa mengelak dari sengatan ngeriii Ular-ular di dasar sumur itu. ”Oh, Tuhan, apa yang terjadi dengan diriku..., apa yang harus kulakukan???”.

Dia tidak boleh pasrah dengan nasibnya, dia harus berpikir dan berbuat sesuatu. Dan yang harus dilakukannya adalah segera menggali dinding sumur dengan salah satu tangannya, berlomba dengan tikus itu, membuat lubang kecil agar bisa berpegang saat tikus-tikus itu berhasil memutuskan ujung-ujung akar. Dan sekarang ia betul-betul melakukannya. Tangan kirinya tetap berpegang kuat pada diameter akar, sedangkan tangan yang satunya lagi dengan susah payah membuat lubang kecil di dinding sumur yang bisa dijangkaunya. Belum dalam lubangnya, dan belum layak untuk bisa berpegang nantinya, ia menemukan cairan madu yang terpendam ribuan tahun di lubang yang dibuatnya. Ia tergoda melihat kebeningan dan kemilau madu itu, dan ia pun terhipnotis untuk segera merasakan kelezatan madu itu. ia mencolek madu itu dengan telunjuknya, lalu merasakan di mulutnya, ”Maniii...ssSS!!!”, spontan ucapannya. Ia mencolek lagi, dan merasakannya lagi. Terus menerus dilakukannya, ia sepertinya lupa atau memang sengaja lupa bahwa singa buas terus menantinya di mulut sumur, ular berbisa sudah tak sabar menanti kapan jatuhnya, sedangkan tikus hitam dan putih tak pernah berhenti menggerogoti ujung akar yang menjadi sisa kehidupannya, ”Teruslah makan sebentar lagi kamu bakal jatuh”, ejek tikus-tikus itu dalam hati. Yah, kebeningan, kelezatan dan kemilau madulah yang membuatnya sperti itu.

Triek..., Kkrek..kreekk.., bunyi ujung akar yang hampir putus seakan menampar kesadarnnya. ”Haaa’ !!!, oh Tuhan aku harus segera membuat galian”. Kepanikannya kian menjadi-jadi, seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Apa daya semua terlambat. Hilanglah arti kelezatan, kebeningan dan kemilau madu, ia tak bisa berbuat banyak sekarang. Sangat terlambat, akar itu akhirnya putus dan ia hanya bisa pasrah dengan jasadnya yang jatuh ke bawah, ke dasar sumur. ”Aaaaaa.....hHH” teriakannya yang tersisa menjadi pengantar jatuhnya. ”Hap!!!!” Darah segar muncrat berserakan di dinding sumur, Mulut ular langsung menadanya dan menyobek nyobek dagingnya. Dan Tiba-tiba....

”Astgfirullah al’azhiim”, Nafasnya naik turun tidak berirama, jantungnya berdetak kencang bergejolak, kerongkongannya terasa kering dan tubuhnya bersimbah keringat. Sesat kemudian laki-laki itu tersenyum gembira dan dari bibirnya terdengar ucapan lembut penuh syukur, ”Alhamdulillah, Untungnya Cuma MIMPI”.

Saudaraku cerita diatas bukan pengalaman pribadi, atau pengalaman orang lain yang kutuangkan, karena cerita ini tidak benar adanya. ini bukan kisah karena kisah harus benar sumbernya bukan fiktif atau imajinasi, begitu penjelasan para Ulama yang kuketahui. Lantas mengapa aku becerita? Karena ini hanyalah tamsil (perumpamaan) tentang kehidupan yang tengah kita jalani sekarang di dunia. Aku hanya menasehatkan diriku dan saudaraku yang membaca tulisan ini bahwa hidup di dunia bagai hidup dalam ketersingan, karena memang kita hanyalah perantau di Dunia. Bagai hidup dalam kesendirian, karena masing-masing kita bakal mempertanggung jawabkan sendiri di hadapan Allah tentang Umur ini dalam hal apa dihabiskan?, masa Muda untuk apa digunakan?, Harta dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan?. Intinya segala tindak tanduk perbuatan selama hidup akan dimintai pertanggung jawaban. Selain itu, kita juga Bagai hidup dalam kebingungan dan ketidak tahuan, karena itulah kita butuh pedoman yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagi lentera yang menyinari jalan-jalan kegelapan.

Saudaraku, dalam hidup di dunia ini ada yang akan selalu mengejar kita dan tidak akan pernah berhenti mengejar. Tahukah engkau siapa yang kumaksud ??!! Dialah kematian yang kumisalkan singa karena akan terus mengintai, mengawasi, mengejar dan mengikuti dimanapun keberadaan kita, dan kita tak bisa lepas apalagi jauh dari kejarannya.

Ketika lelaki itu terjatuh ke lubang dan berhasil berpegang pada akar yang melintang di dinding sumur. Lalu melihat di bawahnya begitu banyak ular yang mulutnya terbuka dengan setia menanti kapan jatuhnya. Itulah pintu kubur yang terus menanti dengan sabar kapan kita masuk ke dalamnya. Kalau memang begitu nyatanya kondisi kita (manusia), masihkah kita merasa berumur panjang dan berlaku sombong ??? , bukankah umur kita hanya berada diantara kejaran malaikat maut dan pintu kubur ???

Saudaraku, tahukah engkau akan akar yang kumaksudkan dalam cerita itu???, dialah sisa umur di dunia ini, yang disebabkan kebeningan dan kemilau dunia serta kelezatannya yang kumisalkan madu dalam cerita itu membuat kita lupa, lalai, dan tidak menyadari atau sengaja tidak mau menyadari bahwa tikus putih dan hitam, yakni siang dan malam terus menggerogoti umur kita tanpa henti, dan seakan mereka terus berlomba melakukannya.

Alhmdulillah, kita masih diberi kesempatan oleh-Nya untuk merasakan adanya nafas yang berhembus di balik jasad ini, pertanda ruh masih besemayam di dalamnya. Kita masih diberi kesempatan untuk menyaksikan terbitnya matahari di ufuk timur pagi tadi atau terbenamnya di ufuk barat sore ini, merasakan bahagianya berkumpul bersama keluarga dan bahagianya canda, tawa dan ria bersama orang-orang yang kita cintai, lezatnya makanan dan manisnya minuman tak luput kita rasakan hari ini. Tapi... adakah yang menjamin esok hari, kita masih bisa menyaksikan dan merasakan apa yang hari ini dapat kita saksikan dan rasakan?!!!. Bila jawaban kita ”Ya”, pertanda kesombongan masih mengalir bersama darah di dalam jiwa ini. Tapi bila ”Tidak”, lantas apa yang menghalangi diri kita pada hari ini untuk menuju ampunan-Nya dan besegera dalam ketaatan pada-Nya ?!!!. Boleh jadi malam ini kita tertidur, lalu paginya orang-orang menemukan jasad kita sudah kaku tak bernyawa.

Dari saudaramu

yang merindukan kebaikan

bagi dirinya dan dirimu









0 komentar: