DEMIKIANLAH TUHANKU BERKEHENDAK (III)


  By : Ibnu Hasan

download tulisan, "Bimillah"

Setiap manusia boleh berencana atau merancang kebaikan untuk mengisi hari esok, lusa atau hari kedepannya yang masih gaib baginya. Namun, tetap saja Allah raja di atas raja yang menjadi penentu segala keputusan atau perkara atas apa yang direncanakan oleh jiwa yang lemah seperti manusia. Karena itulah segala urusan mesti dikembalikan kepada-Nya.
“Akh, kemari ! saya ingin bicara sama antum”. Ketua umum UKM LDK MPM Unhas tiba2 memanggil aku duduk mendekatinya selepas shalat sunnah ba’diyah Isya di masjid kampus. Setelah beristighfar beberapa kali, akupun mendekat ke dia. Pikirku ada sesuatu yang penting ingin disampaikannya.
Setelah posisi duduk saling berhadapan, ketua langsung angkat bicara “Akhi, antum sebagai koordinator, tolong pertimbangkan kembali konsep yang antum rencanakan SII 2 akan di rangkaikan dengan outbond di Hutan Bengo-bengo unhas !”. Spontan aku kaget setengah kepayang mendengar kalimat barusan keluar dari mulutnya.
“Ada apa dengan konsep ini ketua, bukankah jauh-jauh hari sebelumnya, saya telah mempresentasikan kepada SC yang lain, tidak hanya ikhwan tapi juga akhawat, dan mereka sepakat dengan konsep ini dan saya pun telah menjelaskan kepada antum mengapa konsepnya harus seperti ini, harus ada outbondnya dua hari di kabupaten Maros. Bahkan hampir setiap malam kami SC terus mengkaji dan menganalisis konsepnya agar benar-benar tujuan SII 2 bisa tercapai”.
“Betul akhi, tapi aku sangsi esensi atau materi SII 2 akan tercapai, malah khawatirnya justru outbondnya yang berkesan. Selain itu, medan hutan bengo-bengo itu sangat berat. Ingat akh, mengapa kita mengharapakan setiap pemateri SII 2 sebaiknya para ustads alumni madinah ? itu karena harapan kita keluaran dari SII 2 harus benar-benar tercapai kader yang bermanhaj salaf, dan paham medan dakwah dengan baik dan siap berkorban harta dan dirinya untuk maslahat dakwah ke depan, dan hal itu akan tecapai kalau mereka meresapi dan memahami benar materi-materi yang disajikan. ”.
“Antum benar ketua, dan kami SC insyaalllah sangat paham dengan tujuan SII 2 ini. Bukankah selama ini kita mengeluh karena banyak ikhwan yang tidak bisa berinisiatif dalam dakwah?, masih banyak yang hanya memperhatikan kesalehan diri mereka sendiri dan sangat susah dilibatkan dalam kerja-kerja dakwah?, dan bukankah menurut kita, ikhwan juga belum menyadari besarnya maslahat pamflet untuk di tempel di tiap-tiap fakultas sehingga tidak seharusnya mereka menyimpannya di kamar?. Akhi, sejauh pengamatan dan analisa saya, ada kesalahan dalam pengkaderan di MPM, semua keluhan-keluhan kita tentang kondisi kader-kader tidak sepenuhnya kesalahan pada mereka. Bukankah selama ini kita jarang memberikan pelatihan pada mereka?, bukankah selama ini kita tidak pernah persiapkan ikhwan kita menghadapi medan yang berat?, dan bukankah selama ini kita hanya mendidik ikhwan menjadi tipe-tipe talabul ilmi? Dan sekarang mereka seperti itu. Mereka besemangat meramaikan majelis ilmu tapi tidak bersemangat mengadakan majelis ilmu. Kita tidak hanya butuh ikhwan yang mau dilayani tapi kita butuh ikhwan yang siap jadi pelayan, pelayan bagi ummat”.
“Benar akhi, Tapi…”.
Diskusi panjangpun terus terjadi, ketua tetap pada pendiriannya khawatir dengan pelaksanaan SII 2 dirangkaikan dengan outbond di hutan bengo-bengo Unhas. Berbagai alasan telah kukemukakan untuk meretas kekhawatiran itu, namun ketua tetap dengan pendiriannya. Kini suaranya terdengar memelas penuh harap aku bersedia merubah konsep dan menuruti alternatife yang ia tawarkan. wakil ketua umum, Akh supriandi angkatan 2002 setahun di atasku, ikut mendekat dan sepertinya ingin menjadi penengah dalam diskusi yang mungkin saja menurutnya aku dan ketua belum ada titik temu. ternyata Ia mendukung konsep yang telah kubuat bersama SC lain yang entahlah pada malam ini satu pun dari mereka tidak terlihat.
“Antum, tidak boleh memaksa kehendak antum sama SC. Apalagi waktunya kian mendesak. Lagian dalam masalah teknis dan perlengkapan belum satupun kita mendengarkan adanya kendala yang fatal. Biarkan akh Samsul dan SC yang lain berjalan sesuai dengan konsep yang telah mapan dibuatnya. Kalau antum tetap ngotot, artinya antum tidak percaya dengan mereka.”
Ya Allah, wajah ketua memerah. Sepertinya dia marah dengan apa yang barusan di katakan ka’Andi. Terlebih ketika ka’Andi yang dikenal dikalangan ikhwa sangat gesit, cepat dan cekatan itu menambahkan dengan berucap padaku “Antum jalan saja akhi sesuai konsep itu, saya telah mempelajari konsep antum dan telah mengkaji matriks acara yang telah antum susun dan insyaallah saya yakin sangat baik. Bukan hanya saya yang mengatakan seperti ini, para ikhwan dari fakultas kehutanan sangat respon dengan ide ini malah mereka siap terlibat sepenuhnya kalau mereka diharapkan. Posisi ketua hanya memberi saran dan masukan, jangan sampai antum rubah konsep yang telah lama antum kaji ini.”
“Andi !!!”. Betapa kagetnya aku, tiba-tiba suara ketua meninggi, wajahnya memerah dan dengan tegas berkata kepada ka’Andi, “Antum tidak seharusnya berbicara seperti itu, saya punya hak sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan yang terselenggara atas nama UKM LDK MPM Unhas. Lagian saya berbicara bukan untuk kepentingan saya tapi ini demi kepentingan lembaga kita dan kader-kader yang kita harapkan sebagai pelanjut estafet perjuangan ke depannya”.
Sub’haanallah, sekarang gantian ka’ Andi yang berdebat dengan ketua sedang aku menjadi penyimak argument masing-masing mereka. aku tak ingin melihat perdebatan antara ketua dan wakil ketua berkepanjangan karena permasalahan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan musyawarah. Aku mengerti kekhawatiran ketua, sejauh ini beliau memang sangat mempertimbangkan maslahat dan mudharat sebelum mengambil langkah. Saya yakin pasti ada sesuatu yang memberatkannya kalau konsep SII 2 tetap kujalankan sesuai rencana. Sekarang kuncinya adalah aku. Ketua menunjukkan profesionalitasnya dalam memimpin yang tidak mau otoriter. Ia ingin mengetahui kejelasan konsep yang kutawarkan dan mungkin saja ada kelemahan lalu menawarkan altenatife yang jauh lebih baik, sangkanya. Padahal ia bisa saja membatalkan konsep itu tanpa harus meminta pertimbangan SC selama kepentingannya adalah kebaikan, dari sisi ini ka’Andi salah. Dari sisi yang lain ka’Andi bisa benar, memberi dukungan dan kesempatan kepada orang lain untuk berbuat adalah bagian dari kepercayaan penuh padanya dan menempatkan orang itu pada posisinya. Tapi… sudahlah, perdebatan ini tidak boleh berlarut-larut dikala banyak hal lain yang seharusnya lebih bisa dibicarakan atau urusan lain yang bisa diselesaikan. Akupun mulai angkat bicara, “Ehm..ehm.. afwan …”. “Akh begini, em… saya bukannya ngotot dengan konsep yang telah kubuat ini. Kalau sekiranya tadi saya di hadapan ketua terkesan ingin memenangkan konsep ini…afwan. Saya hanya berargumen sesuai dengan apa yang kami SC telah kaji dan rapatkan jauh-jauh hari sebelumnya. Masalah lokasi bagi kami tidak ada masalah. Kalau memang lokasi hutan bengo-bengo untuk OutBond cukup berat dan tidak menutup kemungkinan akan banyak hal yang meleset dari apa yang kita harapkan, Labas (nggak masalah) saya akan merapatkannya kembali dan insyaallah secepatnya saya akan membuat konsep baru, yang tidak kalah menarik dengan konsep ini”.
Mendengar apa yang barusan kukatakan, wajah ketua berseri, senyum mengembang di bibirnyapun terlihat manis menunjukkan betapa senangnya ia. Sebaliknya bagi ka Andi, tampak guratan kekecewaan di wajahnya tapi tidak lama. Segera ia memaniskan wajahnya dan menyatakan dukungan dengan apapun keputusan yang nantinya kuambil. Ketua lalu menawarkan dan menyarankan agar aku mencek lokasi SII 2 di benteng Sombo Opu lebih kurang 40 km jaraknya dari mesjid kampus ini, “Akhi, aku punya lokasi yang bagus. Kami, anak tekhnik pernah ke sana dan suasananya sangat kondusif untuk pelaksanaan kegiatan ini. Saya yakin lokasi ini sangat cocok lagian tidak terlalu jauh dari kampus dan sirkulasi komsumsinya pasti mudah”



~~~o0o~~~~
“……..”, lama aku terpekur dalam lamunan. Kecewa?, sebenarnya “ya”. Betapa tidak, mengapa baru sekarang, bukan kemarin-kemarin ketua menyatakan ketidak setujuannya?, dan mengapa ia hanya mengangguk-angguk yang aku pikir setuju ketika jauh-jauh hari telah aku gambarkan konsep SII 2 dirangkaikan dengan outbond di hutan Unhas?. Emangnya membuat konsep itu mudah apa? Kalau Cuma sekedar jadi sih, No Problem. Kami telah berazam bahwa apa pun kegiatannya harus benar-benar bernafaskan dakwah, dan konsep yang harus kami buat itu harus benar-benar selaras dengan tujuan yang mau dicapai sehingga SII 2 kali ini benar-benar bisa merubah karakter. karena itulah perlu pengkajian dan penganalisian konsep yang mendalam. Dan sekarang, SII 2 minus lima hari lagi dan harus kurubah seluruh konsep pelaksanaannya dari persiapan, pembukaan oleh PR III, awal pemberangkatan kegiatan apa yang disuguhkan sampai pemulangannya. Kuarahkan langkah menuju pintu dan kubuka lebar-lebar. Kubiarkan angin paruh malam masuk berhembus. Suasana dalam kesendirian seperti ini di masjid Al-Mubarakah memang sangat indah dan sangat menyenangkan jiwaku. Sekarang mata kubiarkan menoropong langit-langit kelam bertabur bintang, berhias cahaya bulan yang cerah. Aku tersenyum menyaksikan langit yang kuduga juga tesenyum padaku lewat kelap-kelip bintangnya dan cahaya bulannya yang seakan meminta izin untuk masuk kerelung jiwaku guna menyimpan seberkas cahayanya, biar sirnahlah kegelapan masalah yang menghimpitku. Insyaallah ada hikmah di balik ini semua, aku berusaha menghibur diri dan menyerahkan urusan ini kepada Allah.
Esoknya, tepatnya ba’da isya kami SC berkumpul sesuai sms yang kukirimkan ke mereka mengharapkan mereka hadir rapat di mesjid kampus. Dengan berat kusampaikan perubahan konsep itu kepada mereka. Walau mulanya kaget seakan tidak percaya namun mereka tetap tidak banyak komentar. Dengan jelas dapat kutangkap semburat wajah mereka yang tidak bisa menutupi kekecewaannya seperti halnya aku semalam. “Bagimana menurut antum?, apakah antum merasa kita tidak dipercayai atau… dengan kata lain tidak dihargai?” tanyaku pada mereka dengan hati-hati, dan aku berharap ada yang mau bersuara. Alfian tesenyum mendengarnya lalu angkat bicara, “Kita berjuang bukan untuk mendapat pujian, sanjungan, dan penghormatan manusia, tapi kita berjuang agar semoga Allah menjadikan diri kita sebab hidayah bagi saudara muslim terutama bagi diri pribadi… karena itu ana, Sami’na wa atho’na”. “yah…, kecewa sih iya … tapi Kekecewaan yang aku dan mungkin SC yang lain rasakan tidak sampai harus diratapi hingga klimaksnya kita minta pengunduran diri saja karena merasa nggak dihargai, tidak!. Kita harus paham benar bahwa selama bukan perkara maksiat yang diperintahkan oleh pemimpin, kita wajib sami’na wa atho’na. sehingga tidak ada alasan bagi kita selain ridha dengan perubahan konsep itu dan mengembalikan urusan ini kepada Allah Yang Maha Tahu mana yang baik.” Sambung akh Mun’im. Yang lain cukup mengangguk tanda setuju dengan perubahan konsep itu. Alhamdulillah memang jawaban itu yang kuharapkan dari mereka. “Akhi, jawaban antum sangat menyentuh jiwaku. Memang sudah seperti itulah seharusnya, jika benar hanya wajah Allah yang kita harapkan, mengapa kita mesti bersedih hati tatkala kebaikan yang kita berikan berbuah kepedihan balasannya. kalau begitu mari kita mulai dari awal lagi membahas dan menyusun konsep yang baru!”.


~~~o0o~~~
Besok paginya tak lupa kuingatkan akh fandi tentang apa yang telah disepakati semalam. “Assalamu alaikum. Akhi fandi, khaifa khaluk?”
“Bil Khair, Alhamdulillah”
“Oh, yach jangan lupa pagi ini kita harus cek lokasi. saya tunggu antum sekarang di masjid kampus jangan telat yach!. Wasssalamu alaikum”
“Insyaallah. Waalaikum salam warahmatullah”.
Aku matikan Handphone, dan bersiap-siap untuk cek lokasi seperti yang telah digambarkan oleh Abdul kadir, Ketua umum. Semalam aku telah memberitahu akh fandy, salah satu SC SII 2 untuk menemaniku melihat lokasi. Seharusnya ini bagian dari kerja panitia, sayangnya mereka semua kuliah jadi pikir-pikir tambah pengorbanan lagi.
~~~~o0o~~~~
Setelah berkeliling dan melihat-lihat ternyata semua rumah adat sulawesi selatan ada di dalam benteng itu. Semuanya terlihat luas tapi kosong penghuni. Masyarakat yang tinggal di sekitar itulah yang dipercayakan memegang kunci rumah adat sekaligus menjaga kebersihannya. Info dari salah seorang masyarakat yang kami temui, rumah-rumah ini sudah sering disewakan untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa. kami pun awalnya memilih gedung baruga yang berada di depan masjid untuk kami sewa selama tiga hari dua malam, sayangnya Mahasiswa dari Kampus POLITEKNIK Neg. Ujung Pandang yang disingkat POLTEK tetangga UNHAS mendahului kami beberapa hari kemarin. Ibu yang memelihara baruga yang besar itu memberitahu kalau mahasiswa POLTEK akan melakukan Musyawarah Besar di tempat ini pada waktu dan hari yang sama dengan waktu dan hari yang kami rencanakan. Juga dari informasi Ibu itu akhirnya kami memilih rumah adat kabupaten LUWU sebagai lokasi SII 2 yang menurutnya tempat itu cukup luas dan murah. Setibanya di tempat yang ditunjukkan oleh Ibu tadi, segera kami cari warga yang memegang kunci rumah adat itu. Dengan bertanya pada beberapa warga di sekitar lokasi, akhirnya kami bisa bertemu dengan seorang bapa yang kami cari. Setelah perkenalan singkat dan menyampaikan perihal kami kemari, beliau lalu meninggalkan pekerjaannnya dan mengantar kami melihat-lihat rumah adat itu dari luar, rumah panggung yang memang lumayan besar menurut kami. Mulai dari dua kamar mandi terletak di bawah rumah itu bagian belakang sejarak sepuluh meter, luasnya pekarangan untuk olah raga sampai masuk di dalam ruangan rumah itu melewati tangga depan yang terlihat kokoh bagai tangga kerajaan. masyaallah, selain teras rumah yang berukuran 4x4 m, terdapat tiga ruangan di dalamnya, ruang tengah yang cukup luas dan bisa menampung sekitar 50 orang peserta SII 2, disampingnya berbatasan dinding papan, kamar berukuran 8x8 m, cocok untuk ruangan panitia dan satu lagi ruangan paling belakang 4x4 m untuk dapur, terdapat pintu belakang di situ, dan tangga turun menuju kamar mandi. Dalam hati aku membenarkan kata Ibu pemilik baruga itu, tempatnya memang cukup luas, pemandangan yang terlihat dari jendela di ruang tengahnya cukup indah, ini yang aku senangi. Akhirnya aku dan akh fandy sepakat memilih rumah panggung yang tinggi dan terlihat kokoh ini dengan pekarangan yang cukup luas untuk main Bola… he..he..he. “Ehm..”, saya pun mulai melobi untuk mencari kesepakatan harga sewa sama bapa yang terlihat paruh baya itu. Semula ia menawarkan 500 rb selama pemakaian tiga hari dua malam, lalu turun 450 rb, turun lagi 400 rb sampai akhirnya beliau menerima tawaran kami 350 rb setelah akh fandi sedikit menyinggung keutamaan membantu terselenggaranya kegiatan yang akan melahirkan pejuang-pejuang agama Allah. Karena telah Ijab, sebagai panjar kuberi 100 rb pada bapak itu sekalian untuk meyakinkan beliau akan kesungguhan kami menempati tempat ini selama 3 hari 2 malam.
“Kami sangat berterima kasih dengan bantuan Bapak, semoga Allah memudahkan urusan bapak di dunia dan di akhirat. …Oh yach pak, hari jum’at ini kami datang bersama rombongan insyaallah ba’da azhar. Assalamu alaikum”. Kami menjabat tangan yang tampak keriput itu dengan doa dan ucapan terima kasih sebelum hilang dalam pandangannya.
“Sama-sama nak. Wa alaikum salam”.











0 komentar: