Cinta Kebersihsan


Oleh: Jusman as-Sinjayi
(Alumni Arraayah Angkatan 4)
Ahmad, bukan nama sebenarnya memaki habis-habisan teman sekamarnya karena kesal. Kebiasaan temannya membuang tisu di lantai kamar dan membiarkan alat makan tergeletak begitu saja setelah dipakai tanpa di cuci membuatnya naik pitam. Kamar yang dibersihkannya setiap hari, selalu saja berantakan dan dipenuhi dengan sampah. Tisu berserakan, ditambah lagi bau piring dan gelas kotor bersemut yang menyengat dan tidak sedap. Rasanya muak dan habis kesabaran, “hei, tau nggak tempat sampah ? ... apa pikirmu yang tinggal di sini bukan manusia?”, katanya penuh kesal.
Jika pernah mondok atau ngekos dengan beberapa teman, mungkin anda pernah merasakan apa yang dirasakan Ahmad di atas. Atau mungkin anda adalah pelaku yang sama dengan apa yang dilakukan oleh teman sekamar Ahmad. Setelah memakai piring, dibiarkan dan tidak segera dicuci, malah diselip di bawah ranjang hingga sisa nasi yang masih melekat padanya basi, bahkan berulat, hingga ditumbuhi jamur bintik-bintik kuning sampai kering.
Siapa pun anda ?,  semoga bukan seperti teman Ahmad dalam kasus di atas. Mu’min adalah Khalifah di muka bumi. Dan bukanlah khalifah itu yang membuang sampah di sembarang tempat atau membiarkannya berserakan di lantai. Seharusnya saya, anda dan yang lainnya adalah orang yang menjadi agen perubah, mengatur dan menata lingkungan. Akan tetapi timbul pertanyaan kecil, bagaimana mungkin seseorang mengatur dan mengelola bumi dalam konsep yang lebih luas jika dalam konsep sederhana saja misalnya untuk mencuci piring ia tidak sanggup ?.
Jika diperhatikan, masih banyak di antara teman yang belum menjaga dan memperhatikan kebersihan. Sebaliknya melakukan hal yang bertentangan dengannya. Padahal ummat Islam disebut Khairu Ummatin (umat yang terbaik), maksudnya dituntut peran dan tanggung jawab menjadi teladan yang dalam kasus ini memelihara kebersihan bahkan membudayakan hidup bersih, baik dalam kerangka ibadah ataupun hidup sehat.
Dalam konsep hidup seasrama apalagi sekamar mungkin teman yang cinta kebersihan bahkan peduli masih ada bahkan banyak. Hanya saja terkadang kecintaan dan kepedulian itu seiring berjalannya waktu disebabkan beberapa oknum yang terus-terusan dalam kebiasaan yang belum peduli kebersihan menjadi terkikis lalu melahirkan sifat permisif.
Bayangkan bila anda membuang sampah di sembarang tempat padahal seorang teman telah bersusah payah membersihkannya. Kalaupun sifat kepekaan belum menggerakkan jiwa membesihkan sesuatu yang memang seharusnya dibersihkan atau membantu teman yang sedang membersihkan, bukankah masih lebih baik turut andil dengan membuang sampah pada tempatnya atau tidak mengotori tempat yang telah dibersihkan?. Tidak diragukan lagi, itu lebih baik daripada membuat susah orang yang telah bersusah payah membersihkan sesuatu.
Sebagai muslim kalau mau berfikir kritis, harusnya malu membuang sampah di sembarang tempat karena sebaik-baik teladan Rasulullah s.a.w berpesan dalam sabdanya, “Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim).
Perhatikan hadist ini, kalau saja membuang sampah adalah cabang iman yang paling rendah maka bagaimanakah keimanan orang yang justru mengotori ?, bukankah keberadaan sampah menjadi mudharat bagi diri sendiri dan orang lain?. Dengan tidak memperhatikan kebersihan, lingkungan menjadi kotor. Dari kotoran itu, timbul berbagai penyakit yang merugikan banyak orang. Nah seharusnya, bagi pelaku yang tidak peka dengan kebersihan perlu kiranya mendengar sabda Rasulullah s.a.w " لا ضرر ولا ضرار” karena ia tidak hanya merugikan dirinya sendiri tapi juga merugikan orang lain.
Kebersihan merupakan permasalahan yang seharusnya diperhatikan. Mari kita lihat Negara-Negara maju, sejauh mana mereka memperhatikan kebersihan di negri mereka. Lihatlah bertapa tingginya kesadaran mereka akan pentingnya kebersihan, mereka membuat berbagai macam peraturan agar tercipta lingkungan yang bersih, mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang begitu besar agar lingkungan mereka tetap terjaga kebesihanya.
            Kita tidak perlu jauh mengambil contoh, di negri jiran misalnya, tepatnya di Tawau (kota kecil di perbatasan Kalimantan Utara), sangat memperhatikan kebersihan. Jika sempat berkunjung  ke sana, seseorang tidak akan berani dan bahkan malu membuang sampah di sembarang tempat. Penataan kota itu dibangun begitu rapi, tempat sampah dijumpai di setiap sudut, parit-parit di bentuk sedemikian rupa sehingga peluang air tergenang sangatlah kecil, tidak dijumpai serakan sampah tercecer walau hanya sepuntung rokok.
Padahal motivasi mereka melakukan semua itu bukan atas dasar ibadah, tetapi sekedar karena mereka cinta kebersihan dan keindahan. Agama islam menaruh perhatian sangat tinggi terhadap kebersihan, tidak saja melihat kebersihan itu sebagai suatu keindahan, tetapi juga melihatnya sebagi ibadah dan kewajiban yang menjadi syarat diterimanya sebuah ibadah. Itulah sebabnya hampir disetiap kitab Fiqh para ulama, pembahasan awalnya selalu dimulai dengan thaharah (bersuci).
Tujuan dimulainya pembahasan tentang thaharah, selain agar ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah swt, juga agar  kita sadar bahwa Islam memiliki ajaran dengan topik kebersihan yang amat lengkap. Islam tidak saja berbicara kebersihan lahiriyah tetapi juga kebersihan hissiyah.
Islam memberikan prioritas pada masalah kebersihan dengan istilah “ Thaharah ” sebagai wujud nyata dari usaha membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, menyehatkan lingkungan hidup manusia, terutama lingkungan fisik, tanah, air dan udara. Hidup bersih hendaknya menjadi sikap masyarakat Muslim, karena hidup bersih merupakan tolak ukur dari kehidupan Muslim.
Namun dalam aspek perilaku, masyarakat Muslim belum semua mengaplikasikan dalam kehidupan real mereka sebagaimana yang dikehendaki ajaran Islam itu sendiri. Tidak heran bila orang lebih mengenal dan lebih menyanjung kebersihan di negara-negara maju yang notabene mayoritas non-Muslim alias kafir. Padahal sekiranya masyarakat muslim menerapkan apa yang di ajarkan oleh Islam termasuk dalam hal menjaga kebersihan maka tentu hasilnya jauh lebih mengagumkan dari mereka karena terhimpun dua dimensi sekaligus yaitu dimensi Ibadah dan sosial.
Karena itulah, hidup bersih dan mencintai kebersihan merupakan suatu kewajiban yang bukan sekedar slogan atau teori belaka, melainkan pola hidup muslim, dan karena bersih itu indah dan Allah Azza Wa jalla mencintai keindahan.
Jadi mulai hari ini dan tidak menunggu besok, tanamkan tekad dalam diri untuk menjadi muslim yang peduli dan cinta kebersihan, menjaga lingkungan dan tempat tinggal agar tetap bersih dan indah. Melakukan tindakan preventif terhadap siapa saja yang akan mengotoriya. Mulailah dari diri sendiri, di lingkungan tempat tinggal anda. Katakan pada harimu “Alhamdulillah aku sangat berbahagia mengawalimu dengan Ibadah dan menjaga kebersihan”.

Editor : Samsul Basri, S.Si

0 komentar: