(Kisah Dua Putra Adam ‘alaihi as-salam)
By : Samsul Basri, S.Si
Kisah Dua Putra Adam a.s
Kisah ini dikisahkan Allah b di ayat 27-31 surah Al-Ma’idah. Menjelaskan buruknya
akibat kejahatan, kedengkian, dan kedzaliman.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا
فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ
لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (٢٧)لَئِنْ
بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ
لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (٢٨)إِنِّي أُرِيدُ أَنْ
تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ
الظَّالِمِينَ (٢٩)فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ
فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٣٠)فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي
الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا
أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي
فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ (٣١)
“Ceritakanlah kepada
mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya,
ketika keduanya mempersembahkan kurban, Maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata
(Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya
Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau
kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak
akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut
kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan
menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang
yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara
orang-orang yang merugi. kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka
Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?" karena itu jadilah Dia seorang diantara
orang-orang yang menyesal.” (QS. Al-Maidah : 27-31)
Ayat 27 berisi perintah kepada Rasulullah g untuk menceritakan dan menyampaikan kepada
manusia dengan benar, dengan sungguh-sungguh, bukan main-main apalagi dusta. Kisah
yang terjadi antara dua orang putra Adam. Agar mereka menuai hikmah dan juga pelajaran.
Zahir ayat ini menegaskan bahwa keduanya adalah putra kandung Adam a.s, dan
inilah pendapat mayoritas ulama tafsir. Ibnu Katsir menyebutkan nama keduanya, Qabil
dan Habil.[1]
Sebagaimana diceritakan oleh para ulama salaf dan khalaf bahwa Hawwa (istri Nabi Adam a.s) bila
melahirkan selalu keluar satu pasang kembar laki-laki dan perempuan. Pada kali
pertama, lahirlah Qabil sebagai anak pertama dengan saudara kembarnya. Lalu
menyusul kelahiran Habil dengan saudara kembarnya. Setelah cukup umur, datang syariat
Allah kepada Adam a.s untuk menikahkan kedua putrinya dengan kedua putranya,
tentu karena kondisi yang sangat mendesak kala itu. Adam a.s pun memilih
menikahkan mereka secara bersilangan. Dimana anak perempuan pasangan kembar
Qabil akan dinikahkan dengan Habil, dan anak perempuan kembaran Habil akan
dinikahkan kepada Qabil. Qabil tidak menerima aturan itu, dan ingin menikahi
saudara kembarnya sendiri karena kecantikan wajahnya melebihi kecantikan wajah saudara
kembar Habil. Tentu saja Adam menolak, kecuali terlebih dahulu mereka berdua
mempersembahkan kurban. Siapa yang kurbannya diterima, wanita itu menjadi
miliknya.[2]
Lalu keduanya mempersembahkan kurban, (إذ قربا قربانا) “ketika keduanya
mempersembahkan kurban.” Artinya masing-masing mengeluarkan sesuatu dari
hartanya dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.[3] Sebagaimana
Ibnu Abbas menerangkan bahwa kurban itu dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah.
Habil mempersembahkan kambing yang paling bagus dan
gemuk, sedangkan Qabil mempersembahkan beberapa sayur mayur dari hasil
pertaniannya. ( (فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ
الآخَرِ”maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain”. Hal itu diketahui dari berita langit atau
kebiasaan yang berlaku pada umat terdahulu. Api akan turun dari langit. Dan
melahap atau melenyapkan kurban yang diridhai-Nya. Adapun kurban yang ditolak
tidak akan ditelan api bahkan ia segera padam. Jadi tanda diterimanya kurban
oleh Allah adalah turunnya api dari langit dan memakannya.[4]
“Dia berkata” yakni Qabil yang kurbannya tidak diterima
karena kedengkian dan kebencian, “Aku pasti membunuhmu.” Dengan tenang
dan lembut Habil menjawab, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa.” Apa dosa dan kesalahanku sehingga kamu hendak
membunuhku? apakah karena aku bertakwa kepada Allah yang merupakan kewajiban
atasku, atasmu, dan atas siapa pun?. Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban
dari orang-orang yang bertakwa. Atas dasar inilah Ibnu Abi Hatim mengatakan :
“Aku pernah mendengar Abu Darda’ berkata : ‘Andai aku memperoleh keyakinan
bahwa Allah menerima satu saja dari shalatku, maka hal itu lebih aku sukai
daripada dunia dan seisinya.”[5]
Tafsir yang paling benar tentang Al-Muttaqiin “orang-orang yang
bertakwa” disini, adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah dalam
perbuatan, di mana ia diniatkan ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah
Rasulullah g.[6]
Kemudian Habil berkata seraya membujuk saudaranya, bahwa sama sekali tidak
terbersik di sanubarinya keinginan
membunuh saudaranya sebagai orang yang memulai dan tidak pula untuk membela
diri. “Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk
membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk
membunuhmu.” Perkataan ini keluar dari lisan Habil bagai air mengalir
tumpah dari wadahnya, tak tertahan, tak terbendung, menunjukkan ketegaran,
kekokohan prinsip dan kebesaran jiwa yang tidak dipoles dengan keraguan. Hanya
satu alasan kenapa ia mampu melakukan itu, “Sungguh aku takut kepada Allah
Rabb alam semesta.”
Abdullah bin ‘Amr berkata : “Demi Allah, sesungguhnya
Habillah yang lebih kuat daripada Qabil, tetapi ke-wara’-annyalah[7] yang
mencegahnya. Oleh karena itu dalam tafsir ash-shahihain ditegaskan dari
Nabi g, beliau bersabda :
إذا تواجه المسلمان بسيفيهما, فالقاتل والمقتول في النار.
قالوا هذا القاتل, فما بال المقتول ؟ قال : إنه كان حرصا على قتل صاحبه
“Jika dua orang muslim saling berhadapan
dengan pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang dibunuh masuk di Neraka.
Para Sahabat bertanya : si pembunuh memang sudah seharusnya, tetapi mengapa
orang yang terbunuh juga masuk ke dalam neraka? Beliau g menjawab : karena ia juga berkeinginan keras
membunuh lawannya”.
Orang yang takut kepada Allah adalah yang takut melakukan dosa, lebih-lebih
dosa besar. Ayat ini mengandung ancaman bagi yang ingin membunuh, bahwa harusnya
ia takut dan bertakwa kepada Allah.
Setelah pernyataan sikap tegas, kalau ancaman kematian tidak akan
membuatnya gentar, mundur apalagi lari, dan Qabil pun tidak bergeser dari
pendirian ingin membunuhnya, dengan tegas dan tepat Habil menyatakan pilihan, (إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ) “Sesungguhnya aku
ingin agar kamu kembali” yakni pulang, kembali kepada Allah, (بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ) “dengan membawa dosa
membunuhku dan dosamu sendiri” maksudnya, jika memang pilihan hanya
berkisar pada aku sebagai pembunuh dan engkau korban terbunuh atau engkau sebagai
pembunuh dan aku korban terbunuh. Maka aku memilih yang kedua, engkaulah yang
membunuh dan aku korban terbunuh sehingga kamu memikul dua dosa sekaligus.[8]
Allah tidak lalai apalagi buta dengan apa yang terjadi. Keadilan Allah mutlak
adanya, dengan membunuhku, “Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang
demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Ini menunjukkan bahwa
pembunuhan termasuk dosa besar dan penyebab masuk neraka.[9]
Ibnu Abbas mengatakan : “Habil memperingatkan dan menakut-nakuti Qabil
dengan api neraka, tetapi peringatan itu tidak mencegah dirinya apalagi
menghentikan keinginannya membunuh saudaranya sendiri.”[10]
Kecemburuan, kedengkian yang membalut jiwa Qabil telah
menyulap hatinya menjadi batu yang keras, tak tertembus oleh cahaya nasehat
saudaranya. Hawa nafsu membulatkan tekad jahatnya hingga menyeretnya pada
tindakan kriminal pertama, membunuh saudaranya sendiri. (فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ) “Maka dia membunuhnya, maka jadilah ia seorang
diantara orang-orang yang merugi.” Yaitu merugi dunia dan akhirat. Dia telah
membuat sunnah (contoh) yang buruk, contoh membunuh bagi setiap pembunuh. Dan kelak
akan memikul dosanya sendiri dan dosa orang yang melakukan pembunuhan sampai hari
Kiamat, sebagaiamana disebutkan dalam hadist sahih. Nabi g bersabda,
ما من نفس تقتل إلا كان على ابن آدم الأول شطر من دمها, لأنه أول من سن القتل.
“Tiada suatu jiwa pun
yang dibunuh kecuali anak Adam yang pertama (Qabil) menanggung bagian dosa,
karena dialah orang yang pertama kali membuat contoh pembunuhan.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Setelah membunuh dan tidak tahu apa
yang harus dilakukan kepada mayat saudaranya, mengingat mayat Habil adalah
mayat pertama dari anak Adam, “maka Allah mengutus seekor burung gagak
menggali-gali di bumi.” Ibnu Abbas berkata : “datang seekor burung gagak
kepada burung gagak yang sudah mati, lalu berusaha menggali tanah dan mengubur
gagak yang mati hingga menutupinya.”[11] “untuk
memperlihatkan kepadanya” dengan perbuatannya itu, “bagaimana seharusnya
ia menguburkan mayat saudaranya.” Yaitu tubuhnya karena tubuh mayat adalah
aurat. “karena itu jadilah dia diantara orang-orang yang menyesal.”
Bagitulah akhir dari setiap dosa dan maksiat berupa penyesalan dan kerugian.[12]
Konsep Manajemen Dakwah
Pelajaran
menganai manajemen dakwah yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah sebagai
berikut:
1.
Rasulullah g diperintah untuk menyampaikan kisah dua putra
Adam dengan kebenaran tanpa keraguan. Ini mengindikasikan bahwa kekuatan komunikasi
merupakan instrument penting dalam sebuah organisasi dakwah. Setiap informasi
harus disampaikan dengan penuh kejujuran, amanah dan tidak berisi keraguan.
Demikian halnya dalam pengambilan keputusan dibangun di atas musyawarah.
Melibatkan usul, pandangan dan ide para pengurus dan anggota.
2.
Qabil tidak bersifat qana’ah, tidak
menerima keputusan menikahi saudara kembar Habil, karena wajahnya tidak
secantik wajah saudara kembarnya sendiri. Kondisi idealitas yang tidak sama
dengan realitas adalah kondisi yang kerap dijumpai dalam organisasi dakwah.
Karena itulah sifat qana’ah dan semangat ta’awun mutlak dimiliki
oleh semua pengurus.
3.
Habil bersungguh-sungguh dalam kurbannya. Ia
mencurahkan waktu, tenaga, fikiran untuk mempersembahkan yang terbaik kepada
Allah. Sedangkan Qabil kurang memperhatikan kurbannya. Dalam organisasi dakwah,
dituntut semangat berkorban sebagaimana pengorbanan Habil dalam berkurban, baik
harta, waktu, tenaga, pikiran bahkan raga. Dan dalam pengorbanan jangan lihat
apa yang telah dikorbankan tapi lihat apa lagi yang masih tersisa untuk
dikorbankan di jalan dakwah. Satu keyakinan bahwa apa saja yang dilakukan dari
kebaikan pasti dinilai oleh Allah dan pasti membalasnya dengan balasan yang
sempurna. Selama dibangun atas dasar keikhlasan.
4.
Habil meyakini bahwa ia berdiri di atas
kebenaran, ia pun tidak gentar dengan ancaman saudaranya Qabil yang ingin
melenyapkan hidupnya di muka bumi. Kondisi ini mengajarkan urgensi sabar ketika
diperhadapkan dengan tantangan, gangguan dan kejahatan dari pihak yang tidak
senang dengan perjuangan dakwah sekalipun dari keluarga sendiri. Tidak membalas
keburukan dengan keburukan.
5.
Qabil berjiwa inferior dengan memandang bahwa
usaha manusia bersifat konstan, tidak bisa berinovasi ke arah yang lebih baik.
Ia pun mengklaim bahwa diterimanya pengurbanan Habil adalah alamat keberhasilan
mutlak, sedangkan ditolaknya pengurbanannya adalah alamat kegagalan yang tidak
akan pernah bisa berubah. Karena itulah solusi bagi Qabil adalah membunuh
Habil. Dalam manajemen dakwah, diantara konsep penting yang harus dipahami
adalah keberhasilan dan kegagalan adalah sebuah proses dari rangkaian perjalanan
kehidupan manusia yang silih berganti tidak konstan. Siapapun yang tergabung
dalam organisasi dakwah maka mereka bukan faktor produksi karena bukan mesin. Tetapi
mereka adalah asset (kekayaan) organisasi. Organisasi yang hebat adalah
yang bisa mengumpulkan orang-orang yang hebat.
6.
Qabil iri dan sakit hati karena usahnya terasa
sia-sia. Korban perasaan memang berat, dan mungkin terjadi dalam kerja jama’ah.
Bila ikhlas menjalankannya, bekerja bukan karena pemimpin atau karena sesuatu
dari kenikmatan dunia, melainkan ikhlas karena Allah b, maka bekerja terasa ringan dan menyenangkan.
7.
Gunakan strategi mengalah untuk menang. Habil
mengalah untuk mendapatkan surga.
8.
Karena berjiwa inferior, Qabil tidak menerima
kegagalan dengan lapang dada dan dengan jiwa optimis. Akhirnya ia terjatuh pada
kegagalan yang sbenar-benarnya. Yaitu kegagalan di akhirat. Jangan takut gagal.
Orang yang sukses bukanlah orang yang tidak pernah mengalami kegagalan. Orang
sukses mungkin sering gagal tapi semangatnya tidak mengenal arti gagal, ia
segera bangkit dan terus berusaha hingga akhirnya sukses.
9.
Dalam pengurbanan, Habil berorentasi pada
proses bukan hasil. Hasil adalah takdir Allah, sedangkan proses adalah ikhtiar
sempurna seorang hamba dalam mempersembahkan yang terbaik kepada Allah. Al-jazaau
min jinsil ‘amal setiap perbuatan akan mendapat balasan yang setimpal.
Karena proses yang baik dan usaha yang sungguh-sungguh maka pengurbanan Habil
diterima oleh Allah b. Ini berarti bahwa tidak ada keberhasilan organisasi
dakwah yang dicapai secara instan. Semua butuh proses. Bila prosesnya jelas,
konsepnya benar maka hasilnya juga akan benar dan jelas.
10.
Qabil ingin menonjol sendiri, dan tidak
memandang pentingnya memadukan potensi antara dirinya denga Habil. Keberhasilan
dalam organisasi dakwah bukan karena satu orang atau beberapa orang tapi karena
adanya kerja jama’ah. Karena itulah Islam mengajarkan konsep bekerja secara
berjamaah, dan tidak boleh ada yang berusaha menonjolkan diri atau merasa diri
lebih dari yang lain.
11.
Pentingnya pengendalian hawa nafsu, terutama
bagi para pengurus inti organisasi, yaitu :
a.
Jangan iri dan dengki kepada anggota organisasi.
Hendaknya ridha dengan ketentuan Allah b.
b.
Jangan menjadi sebab anggota organisasi lain
bersikap iri dan dengki.
c.
Memperturutkan hawa nafsu hanya akan menuai
penyesalan.
d.
Jangan menganggap enteng perbuatan buruk
sekecil apapun, bahkan yang tak terlihat sekalipun. Qabil berani membunuh dan
menanggung resiko rugi dunia akhirat hanya karena iri dan dengki yang bercokol
di hatinya.
12.
Belajar dari mana saja tanda kedewasaan
seseorang:
a.
Qabil belajar dari burung gagak bagaimana mengubur
mayat saudaranya. Artinya alam sekitar bisa menjadi pelajaran yang sangat
berharga.
b.
Pegalaman menjadi guru terbaik. Itulah
pelajaran paling mendasar dalam manajemen organisasi experience is the best
teacher.
c.
Pengalaman semua pihak yang tergabung dalam
organisasi dakwah bisa menjadi pelajaran sabagaimana Rasulullah g yang menyetujui salman alfarisi ketika
mengusulkan penggalian parit di perang ahzab.
[2] Ibid.
[3] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Sahifa, 2007 hlm.
350.
[4] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Sahifa, 2007 hlm.
350.
[8] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Sahifa, 2007 hlm.
351.
[12] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Sahifa, 2007 hlm.
351.
0 komentar: