Oleh : Samsul Basri, S.Si
I.1. Latar Belakang
(download) Diantara bukti
kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu
akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan
dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur
tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan).
Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan. Selain itu ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan. Selain itu ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Bagi penjual,
denga akad salam akan mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding
pembeli, diantaranya mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan
cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya
tanpa harus membayar bunga. Dan selama belum jatuh tempo, penjual dapat
menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun. Selain itu, penjual
memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup
lama.
Jual-beli
dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Karena pentingnya kajian mengenai akad salam dan
bagaimana pencatatan transaksinya dalam kajian akuntansi syariah, maka masalah
yang diangkat dalam makalah ini adalah akuntansi salam. (download)
0 komentar: