Selemah Rumah LABA-LABA

Oleh : Samsul Basri
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 41)
Ayat di atas memberi perumpamaan bahwa serapuh-rapuhnya sandaran atau selemah-lemahnya pertolongan adalah bagi siapa saja yang menjadikan selain Allah sebagai sandaran hidup atau pelindungnya. Seseorang yang menyandarkan hidupnya kepada harta, prestasi, popularitas, pangkat, jabatan dan kedudukan. Maka semua itu adalah sandaran yang rapuh, rapuh dan rapuh. Begitu banyak manusia stress, putus asa, kecewa bahkan nekat mengakhiri hidup karena sandaran yang dikejarnya tidak kunjung datang, bila didapatkan, sifatnya hanya sementara tidak bersifat abadi, bahkan terkadang sandaran itulah yang menjadi awal kehinaan baginya di dunia dan di akhirat.
Semua sandaran selain Allah ibaratnya adalah rumah laba-laba. Waktu, tenaga dan kerja keras yang dicurahkan guna mengejar dan mendapatkan sandaran selain Allah itu berarti semisal laba-laba yang sedang berusaha membangun rumahnya. Dan Allah menegaskan bahwa “Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.”
Ada apa dengan rumah laba-laba?.. Bukankah unsur yang membangun rumah laba-laba adalah benang terkuat? Bukankah binatang yang selevel besarnya dengan laba-laba tak bisa lolos melepaskan diri bila terperangkap di dalamnya? Lantas kenapa rumah laba-laba yang disebut sebagai rumah yang paling lemah?
Kelemahan rumah laba-laba, bukan karena unsur atau struktur yang membangunnya. Bila itu yang dijadikan parameter, justru rumah laba-laba adalah rumah yang terkuat.  Kelemahannya adalah karena esensi kehidupan rumah tangga laba-laba rapuh dan sangat rapuh. Amatilah dengan teliti, dalam satu sarang hanya ada satu laba-laba, yaitu laba-laba betina. Dua laba-laba hanya akan terlihat dalam satu sarang bila laba-laba jantan ingin berhubungan dengan betina. Bila jantan sudah menyelesaikan hajatnya terhadap betina, ia harus segera pergi menjauh dari sarang. Jika tidak, ia akan diterkam dan dimangsa oleh betina. Bila laba-laba betina bertelur dan menetaskan telur-telurnya, maka anak laba-laba harus segera minggat secepatnya, karena ia juga akan segera diterkam dan dimangsa oleh induknya sendiri.
Singkatnya kehidupan rumah tangga laba-laba adalah kehidupan yang kacau balau, tidak ada ketenangan, ketentraman, kedamaian dan kerukunan dalam kekeluargaan. Yang ada adalah perselisihan, pertengkaran dan perang sesama anggota keluarga. Suami dan istri bertengkar, bercerai hingga berujung pada tewasnya salah satu dari mereka. Begitu sering terdengar dan terlihat di stasiun tv seorang suami menyiksa istrinya, membakar istrinya, menggorok leher istrinya bahkan memutilasinya. Atau istri yang memaki-maki suaminya, meracuninya, bahkan membunuhnya. Sisi yang lain, Anak-anak tidak mau taat terhadap orang tua, sukanya mabuk-mabukan, hambur-hambur uang, hidup glamour, pergaulan bebas, menghamili anak orang atau malah hamil di luar nikah, merasa lebih betah di luar rumah hingga terjerat narkoba dan mati mengenaskan. Semua ini dan contoh-contoh semisalnya menggambarkan kehidupan rumah tanggah yang rapuh sama dengan kehidupan rumah tangga laba-laba. Karena itulah pertahanan rumah laba-laba akan bobol bila angin bertiup kencang, atau ada tangan-tangan manusia yang mengusik dan merusaknya. Begitulah kehidupan seseorang yang dibangun tidak atas Iman dan Islam, sangat-sangat rapuh. Pertahanannya akan bobol cepat atau lambat seiring besarnya angin fitnah bertiup, dan dekatnya ia kepada manusia-manusia yang juga jauh dari Allah.
            Intinya, Siapa yang berpaling dari peringatan Allah, tidak menjadikan Islam sebagai bingkai kehidupannya, melalaikan ibadah dan menjauhi pergaulan dengan orang-orang yang shaleh. Sebaliknya menggantungkan hidup kepada selain Allah, kepada harta, popularitas, jabatan dan kedudukan serta hal-hal yang dianggap bisa memuaskan syahwat. Lalu berusaha mengejarnya, maka tidaklah ia dapatkan di akhir perjalanannnya itu melainkan penderitaan dan kehinaan yang tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا .قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى .
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya adalah penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?. Allah berfirman: Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS.Thaha : 124-126)
Semoga Allah memperbaiki kehidupan dunia yang merupakan negeri perbekalan bagi kita menuju akhirat sebagai negeri balasan atas perbekalan yang disiapakan. Menjadikan bagi kita dari kehidupan dunia ini tambahan kebaikan dan keberkahan. Menjadikan kematian sebagai akhir dari keburukan-keburukan. Dan semoga kita hidup dan mati karena Allah, dimasukkan dan dipertemukan di dalam surga-Nya. (Amin yaa Rabbal ‘aalamin)
Bogor, 17 Sept 2013
Akhukum Fillah

Samsul Basri

0 komentar: