Oleh : Samsul Basri, S.Si, M.E.I
Allah Azza Wa Jalla berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُور
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid : 20)
Pelajaran dari ayat ini :
Pertama, Allah menjelaskan tentang hakikat dunia bahwa dunia itu hanyalah "La'bun" wa "lahwun", yaitu fatamurghana, senda gurau, main-main, melalaikan dan bersifat sementara atau tidak ada keabadian di dalamnya. Bedanya antara "La'bun" dan "Lahwun" dalam bahasa arab, penggunaan kata "La'bun" untuk menjelaskan kelalaian anggota badan. Sedangkan "Lahwun" untuk menjelaskan kelalaian hati. Ini berarti bahwa kehidupan dan kesenangan dunia itu tidak hanya melalaikan anggota badan tapi juga menyebabkan kelalaian hati dari kebaikan dan ketaatan. Dan hal ini penting sebagai paradigma awal melihat dunia, pepatah mengatakan, "Perjalanan 1000 mil menuju suatu tempat selalu akan diawali dengan satu langkah." Satu langkah inilah yang akan menentukan, apakah kita menapak ke arah yang tepat atau ke arah yang salah. Maka sebelum kita jauh melangkah menapaki hidup di dunia, penting bagi kita untuk mendefenisikan hakikat hidup di dunia. Seseorang yang salah dalam mendefenisikan dunia, atau salah dalam memaknai hidup di dunia, berdampak pada kesalahan mencurahkan potensinya, waktu, tenaga, fikiran, harta dan lain sebagainya. Ambillah pelajaran dari kisah kematian seorang wanita (tidak perlu disebutkan namanya) yang diberi paras cantik, tubuh yang molek, fasilitas elektronik ada, tetapi ia salah memaknai hidup di dunia. Dunia pun menipunya, harta dan perhiasan menjadi orientasi hidup baginya tak mengenal halal atau haram, berkah atau tidak. Singkatnya ia gunakan potensinya itu untuk mendapatkan apa yang menurutnya suatu kebahagiaan. Melalui medsos FB dan Twetter, ia menjajakan tubuhnya kepada setiap lelaki pemuja syahwat dengan bayaran yang sebenarnya sangat murah. Terus ia larut... larut... dan larut dalam dunia dugem... hingga kematian menjemputnya dalam keadaan bugil berzina. Firman Allah di surat al-an'am ayat 44,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُون
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al-an'am : 44)
Kedua, diantara manusia dalam menyikapi perhiasan dunia, ada yang bersifat "Tafaakhur" berbangga-bangga dengan keduniaan yang ada padanya dibangun dari sebuah ambisi untuk melebihi orang lain. dan "Takaatsur" artinya bermegah-megah dengan kesenangan dan kemewahan yang dimilikinya, yang juga dibangun karena ambisi untuk mendapatkan kesenangan dan kemewahan itu melebihi jumlah yang dimiliki orang lain. Jadi kalau "tafakhur" dari dalam dirinya, sedangkan "Takaatsur" dalam perbuatannya. Dalam Islam jelas "Tafakhur" dan "Takatsur" dalam urusan dunia tercela, karena dapat melahirkan sifat bakhil, ujub, kesombongan dan sikap merendahkan orang lain. Hadits marfu' dari Anas bin Malik r.a bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
ثلاث مهلكات: شح مطاع، وهوى متبع، وإعجاب المرء بنفسه
Tiga perkara yang membinasakan : kebkhilan yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujubnya seseorang terhadap dirinya.
Ketiga, proses hidupnya manusia di dunia ini bagai dedaunan pada sebuah pohon, ada yang daunnya mengalami proses perubahan, dari segar masih hijau kemudian menguning, kemudian menua, mengering dan akhirnya lepas dari ranting. ada yang hanya sampai pada tahap menguning lalu lepas dari ranting, bahkan ada yang masih hijau segar, juga ternyata lepas dari ranting. Bahwa kematian adalah perkara yang pasti dialami dan dirasakan oleh setiap jiwa. Kematian datang tanpa mengenal usia, tua, muda, anak-anak, atau bahkan bayi. Dan kematian datang tanpa mau tahu sedang apa manusia saat itu. Sedang terbang di pesawat, sedang di kendaraan, berjalan, berlari, diam, duduk, baring, sehat, sakit, sedang taat kepada Allah atau bahkan sedang bermaksiat kepada Allah. Sekalai lagi, wallahi, kematian tidak mau peduli dengan itu dan tidak akan pernah bisa diajak kompromi. Maka benarlah kata seorang penyair,
حياة المرء كالثوب المستعار يأخذ صاحبها وهو الله متى شاء و كيف شاء فليستعد كل إنسان
Kehidupan seseorang laksana pakaian pinjaman, pemilik kehidupan yaitu Allah akan mengambilnya kapan dan bagaimana saja Ia kehendaki. Maka hendaknya setiap manusia bersip-siap.
Keempat, Manhaj al-Qur'an yang selalu menawarkan solusi, dan selalu memberikan perbandingan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran, bahwa setelah Allah menghinakan dunia, dan merendahkan segala apa yang ada padanya, Kemudian Allah menjelaskan bahwa kehidupan akhirat adalah sebenar-benarnya kehidupan, kehidupan yang abadi dan tidak bertepi. Yang di dalamnya hanya ada dua kemungkinan, kemungkinan mendapatkan kehinaan azab Allah dan kemungkinan mendapatkan kesenangan ridha Allah berupa surga-Nya. Ringkasnya penghuni neraka dan penghuni surga telah disebutkan oleh Allah kriteria dan standarisasinya di surat an-Nazi'at ayat 37 sd 41 :
فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ * وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ * وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Adapun orang yang melampaui batas. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi'at : 37 - 41)
Kelima, Dunia adalah kehidupan yang singkat dan sementara, namun singkatnya ia sangat menentukan bahagia tidaknya manusia di alam akhirat. Dunia adalah kehidupan yang menipu sedangkan akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Maka setiap yang hidup di dunia diberi pilihan oleh Allah,
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Asy-Syams: 8)
Apakah manusia mau memilih jalan yang dicintai dan disenangi hawa nafsunya tanpa peduli halal atau haram, ataukah ia memilih dan bersabar di jalan ketakwaan. Maka manusia merdeka dalam pilihan itu. Hanya saja Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu hanya menjamin bahwa kebahagiaan hakiki hanya didapatkan oleh mereka yang meniti jalan pilihan kedua, jalan ketakwaan. Sebagaimana lanjutan ayat tersebut, ayat 9 dan 10,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams : 9 - 10)
0 komentar: