Oleh : Samsul Basri, S.Si
Allah Azza Wa Jalla berkalam,
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda
gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui.” (QS.
Al-Anqabut : 64)
Bila anda termasuk
diantara yang menyaksikan secara langsung atau tidak langsung sederetan musibah
yang baru-baru ini menimpa kota kendari hampir secara bersamaan selasa 7
ramadhan 1434 H bertepatan 16 Juli 2013, tentulah anda membenarkan bahwa di
sana terjadi musibah kebakaran, tanah longsor dan terparah adalah banjir yang
melanda 12 kecamatan dan menutup jalan-jalan sentral kota kendari. Kondisi ini hanyalah sampel atau tepatnya
gambaran kecil sebelum musibah sebenar-benarnya terjadi yaitu musibah di
akhirat.
Musibah dunia
hanyalah senda gurau dan main-main, tiada keabadian atau kekekalan di dalamnya.
Hidup manusia di dunia dengan berbagai kesenangan dan kesedihan, kelebihan dan
kekurangan, sukses dan gagal, mudah dan sulit akan selalu dipergilirkan oleh
Allah. Yang paling penting bagi seorang hamba adalah kemampuan membaca
ayat-ayat Allah lewat setiap kejadian,
إِنَّ فِي اخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ
“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan
pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (QS. Yunus : 6)
Peristiwa banjir
dan tanah longsor atau pendeknya di telinga masyarakat disebut musibah
merupakan ujian sekaligus muhasabah bagi warga muslim kota kendari bahkan di
luar kota kendari. Ujian karena Allah Azza Wa Jalla menegaskan di ayat 2
surat al-anqabut,
الم .أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا
يُفْتَنُونَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-
Anqabut : 1-2)
Setiap yang beriman
kepada Allah akan diuji dan pasti mendapatkan ujian. Bulan ramadhan adalah
bulan berkah, bulan yang terbaik, bulan yang setiap harinya adalah rahmat,
ampunan dan pembebasan api neraka bagi orang-orang yang beriman. Yaitu
orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang hanya
merekalah mendapat seruan untuk menjalankan ibadah di bulan ramadhan
sebagaimana yang termaktub di surat al-Baqarah ayat 183. Semoga warga muslim
kota kendari lolos dari ujian ini, yaitu dengan tetap komitmen dan konsisten
beribadah kepada Allah di bulan yang Allah pilih sebagai turunnya Al-Qur’an
yang merupakan petunjuk dan pedoman bagi manusia.
Selain sebagai
ujian, rentetan musibah ini juga harus menjadi moment muhasabah bagi warga
muslim kota kendari. Kenapa kebakaran, tanah longsor dan banjir harus terjadi
di kota kendari yang akhirnya menjadi
sebab tewasnya dua anak pelajar tertimbun longsor dan terseret arus banjir ?,
bukankah warga mengakui bahwa ini adalah musibah dahsyat yang pertama di
kendari?.
Kondisi
demikian bukan lagi bijak mencari siapa yang salah apalagi saling menyalahkan,
tetapi mengajak warga muslim merenungi ayat Allah di surat ar-ruum ayat 41 yang
berbunyi,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum : 41)
Bukan
Parameter Cinta dan Benci
Banyak warga
muslim angkat bicara mengenai musibah ini, namun yang perlu dikritisi adalah
klaim bahwa kenikmatan, kemudahan, kelebihan dan kelapangan dalam urusan dunia
adalah parameter atau tanda kemuliaan atau kecintaan Allah atas
hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, ketika musibah, kesempitan hidup, kekurangan dan
penderitaan menimpa warga dalam urusan dunia diklaimnya sebagai alamat Allah
murka atau benci kepada mereka. Klaim ini jelas keliru dan tidak benar karena
dunia hanyalah kehidupan senda gurau dan main-main dan bukan kehidupan yang
sebenarnya seperti firman Allah yang disebutkan di atas, surat al-anqabut ayat
64. Klaim-klaim keliru semacam ini diabadikan oleh Allah dalam ayat-Nya surat
al-fajar sebagai pelajaran bagi hamba-hamba-Nya,
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ
فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ
فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku
telah memuliakanku".
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi
rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku.” (QS. al-Fajr : 15-16)
Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menjelaskan bahwa Allah Azza Wa Jalla menginkari atas manusia
yang berkayakinan bahwa apabila Allah meluaskan atasnya rezeki (yang sebenarnya
adalah ujian baginya) ia menyangka bahwa apa yang diberikannya itu adalah bentuk
pemuliaan Allah atas dirinya. Dan sebaliknya bila diuji dengan kesempitan
rezeki ia menyangka sebagai bentuk penghinaan Allah bagi dirinya.
Ridha Terhadap
Takdir Allah
Sebagai kesimpulannya
terdapat dalam surat al-Hadid ayat 22-23,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ
إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
.لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا
آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid : 22-23)
As-Sa’di dalam
tafsir ayat 22 di atas menjelaskan bahwa Allah memberitakan keumuman qadha dan
qadar-Nya, “Tiada suatu bencanapun
yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri” hal ini mencakup keumuman musibah (baik berupa kebaikan ataupun keburukan)
yang menimpa semua mahluk ciptaan-Nya termasuk manusia. Intinya setiap musibah kecil
atau besar telah tercatat dalam kitab al-lauh dan al-mahfudzh
milik Allah. Hal ini tentu perkara besar yang tidak mungkin dijangkau akal, dan
sangat luar biasa bagi hati orang-orang yang berakal. Akan tetapi bagi Allah
adalah perkara yang sangat mudah. Allah memaksudkan berita ini agar supaya kaidah
ini tertancap kuat dalam pemahaman hamba-hamba-Nya, dan mampu menyikapi setiap
musibah (baik atau buruk) dengan apa yang diridhai oleh-Nya. Sebagaimana firman-Nya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.” (QS.Al-Baqarah :155)
Pada ayat 23 beliau menafsirkan
bahwa sekiranya mereka mengetahui bahwa semua itu tecatat dalam kitab al-lauh
dan al-mahfudzh yang pasti akan terjadi dan tidak akan mungkin tertolak,
niscaya mereka tidak terlalu sedih atas apa yang hilang berupa sesuatu yang
sangat diinginkan olehnya. Demikian pula tidak akan terlalu bergembira
berlebihan sampai jatuh pada kesombongan, ujub dan lupa diri dengan apa yang
dikaruniakan Allah kepadanya jika menyadari bahwa semua kenikmatan itu telah
ditakdirkan oleh Allah kepadanya.
0 komentar: